Bank Dunia: Banyak Negara Berada di Ambang Resesi

Laporan: Galuh Ratnatika
Rabu, 11 Januari 2023 | 07:28 WIB
Foto Bank Dunia. Sumber: KPF
Foto Bank Dunia. Sumber: KPF

SinPo.id -  Bank Dunia memprediksi banyak negara akan berada di ambang resesi. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 berada di posisi tertatih-tatih.

"Mengingat kondisi ekonomi yang rapuh, setiap perkembangan baru yang merugikan, seperti meningkatnya inflasi, naiknya suku bunga untuk menahan inflasi, kebangkitan pandemi COVID-19 atau meningkatnya ketegangan geopolitik, dapat mendorong ekonomi global ke dalam resesi," kata Bank Dunia dalam sebuah pernyataan, dilansir dari CNA, Rabu 11 Januari 2023.

Pertumbuhan ekonomi itu akibat kenaikan suku bunga bank sentral yang meningkat, perang Rusia-Ukraina yang terus berlanjut, dan melambatnya kinerja mesin ekonomi utama dunia.

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan PDB global yang sebesar 1,7 persen pada 2023, merupakan laju paling lambat di luar resesi 2009 dan 2020 sejak 1993. Padahal dalam laporan sebelumnya pada Juni 2022, Prospek Ekonomi Global tahun 2023 diperkirakan tumbuh sebesar 3,0 persen.

Menurutnya, prospek ekonomi yang suram akan sangat sulit bagi pasar negara berkembang. Terlebih banyak negara berkembang saat ini tengah berjuang dengan beban utang, mata uang yang melemah, pendapatan yang menurun, serta investasi bisnis yang melambat.

"Lemahnya pertumbuhan dan investasi bisnis juga akan memperparah pemulihan ekonomi, termasuk di bidang pendidikan, kesehatan, kemiskinan, infrastruktur, dan persoalan dari perubahan iklim," kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam sebuah pernyataan.

Oleh karena itu, Bank Dunia menyerukan peningkatan dukungan dari komunitas internasional untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah dalam menghadapi guncangan pangan dan energi, orang-orang yang terlantar akibat konflik, serta meningkatnya risiko krisis utang.

Bank Dunia juga akan mempertimbangkan peta jalan evolusi baru bagi lembaga tersebut untuk memperluas kapasitas pinjamannya dalam mengatasi perubahan iklim dan krisis global lainnya. Rencana itu akan memandu negosiasi dengan pemegang saham, yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI