PKS Sebut Perppu 2 Tahun 2022 Bencana Undang-Undang
SinPo.id - Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa Amaliah menyebut kehadiran Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai bencana undang-undang. Perppu itu bahkan dinilai berpotensi merusak kehidupan bernegara yang demokratis.
“Kehadiran Perppu nomor 2 tahun 2022 ini dapat dikatakan sebagai satu bencana undang-undang karena berpotensi mengganggu, merusak serta merugikan kehidupan bernegara yang demokratis dan mencederai ketundukan pada hirarki perundang-undangan di negeri ini," kata Ledia melalui keterangan tertulis, Jakarta, Senin, 2 Januari 2023.
Anggota Badan Legislasi DPR RI ini menjelaskan bahwa ketika Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada November 2021, dalam keputusannya MK memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan.
“Jadi MK secara lugas memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan pada Undang-Undang Cipta Kerja ini dengan tenggat hingga November 2023. Namun, bukannya melaksanakan amanah perintah perbaikan undang-undang tersebut bersama DPR, Presiden Jokowi malah menerbitkan produk hukum baru berupa Perppu. Yang diamanahkan apa, yang dikerjakan apa," kata dia.
Langkah Jokowi, kata Ledia, juga menunjukkan pemerintah malas, menggampangkan pelanggaran terhadap hirarki perundang-undangan. Termasuk, melecehkan DPR.
“Pemerintah masih punya waktu satu tahun untuk melaksanakan perintah MK memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja. Melibatkan publik dan membahasnya bersama DPR, tetapi yang dipilih secara sadar justru menerbitkan Perppu, yang berarti mengabaikan perlunya pelibatan publik, abai pada ketundukan pada hirarki perundang-undangan dan melecehkan DPR yang menurut UUD NRI 1945 pasal 20 ayat 1 dan 2 memiliki kuasa membentuk undang-undang bersama Presiden," kata dia.
Ledia tidak menafikan jika Presiden memiliki hak prerogeratif menerbitkan Perppu. Namun, syarat kehadiran Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini tidak kuat dan terlalu dipaksakan.
"Salah satu syarat kehadiran Perppu adalah kegentingan yang memaksa dan ketidakmungkinan memunculkan Undang-Undang dengan prosedur biasa. Mana situasi genting yang kita hadapi? Mana ketidakmungkinan memunculkan Undang-Undang dengan prosedur biasa? Yang ada justru keputusan pemaksaan dari Presiden yang mencederai kehidupan demokratis," ucapnya.
Dia menganggap alasan kegentingan terkait ancaman resesi global, peningkatan inflasi, hingga ancaman stagflasi yang bahkan dikaitkan pula dengan perang Rusia-Ukraina terlalu lebay.
“Pemerintah sendiri yang mengingatkan kita betapa Indonesia tetap siap menghadapi krisis ekonomi global mengingat pertumbuhan ekonomi masih berada pada angka positif, 5 persen. Kita masih punya harapan positip menghadapi tahun-tahun mendatang, sehingga penerbitan Perppu ini sekali lagi tidak memiliki cukup kuat alasan kecuali sekedar memuaskan kemauan para pengusaha," kata dia.
Karena itu, Ledia mendorong DPR menolak Perppu tersebut. Legislatif harus meminta pemerintah taat pada perintah MK untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.
“Buka partisipasi publik, dengarkan aspirasi berbagai pemangku kepentingan, duduk bersama DPR membahas Undang-Undang demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Itu baru langkah demokratis yang berlandaskan nilai Pancasila, musyawarah mufakat. Jangan menutup tahun dengan menjadi pemerintah yang otoriter, pro pengusaha dan meninggalkan rakyat," tegas Ledia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Peluncuran Perppu tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.