MPR Dorong Kemenlu Desak Pemerintah Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia Tahun '45

Laporan: Sinpo
Kamis, 22 Desember 2022 | 22:47 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid/ Parlementaria
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid/ Parlementaria

SinPo.id - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi permintaan maaf Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte atas perbudakan di wilayah-wilayah atau negara koloni Belanda di masa lalu. Namun, dia mendorong Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia untuk membicarakannya spesifik perbudakan dan pelanggaran HAM yang dulu dilakukan Belanda terhadap warga Indonesia.

"Namun, Pemerintah Indonesia melalui Kemlu perlu menindaklanjuti bagaimana sikap Belanda  terkait spesifik Indonesia di masa lalu, baik terkait masalah perbudakan, pelanggaran HAM, lalu tindak lanjut permohonan maaf tersebut, juga pengakuan de jure atas kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia pada 17 Agustus 1945” ujar Hidayat dalam keterangannya, Kamis, 22 Desember 2022.

Menurut Hidayat, permohonan maaf ini memang ditujukan secara umum terhadap negara-negara koloni Belanda di masa lalu. Oleh karenanya, perlu dibahas secara spesifik mengenai Indonesia.

“Bagaimana sikap Belanda terkait Indonesia di masa penjajahan Belanda? Ada banyak yang perlu diklarifikasi dan kepentingan Indonesia perlu diperjuangkan,” katanya. 

Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa sikap permohonan Belanda ini bukan kali yang pertama. Raja Belanda pada 10 Maret 2020 dan PM Rutte pada 17 Februari 2022 sebelumnya juga telah meminta maaf atas kekerasan ekstrem yang dilakukan militer Belanda pada periode 1945 sampai dengan 1949.

“Lalu, bagaimana dengan kekerasan dan pelanggaran HAM pada periode sebelum 1945, yakni periode penjajahan, dimana banyak rakyat Indonesia (Nusantara) yang tewas akibat tindak kolonialisme kerajaan Belanda, seperti melalui tanam paksa, kerja rodi dan lainnya,” ungkapnya. 

Menurut Hidayat, beberapa hal tersebut perlu dibicarakan serius oleh Kemlu RI dengan pemerintah Belanda. Sehingga catatan kelam di masa lalu itu dapat dilihat komprehensif, bukan secara parsial terhadap periode-periode tertentu, seperti hanya periode 1945-1949

"Perlu juga dikritisi soal PM Rutte agar mengakui bahwa Indonesia merdeka sejak 17 Agustus 1945 melalui proklamasi Soekarno-Hatta, agar sikap itu sebagai pengakuan resmi secara de jure bukan sekedar de facto saja. Sekalipun kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 telah diakui oleh PBB dan masyarakat dunia, tetapi permintaan maaf pemerintah Belanda terakhir ini juga momentum yang perlu dipergunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan pengakuan de jure bahwa kemerdekaan Indonesia adalah pada 17 Agustus 1945,” paparnya.

Politisi PKS ini menambahkan sebelumnya memang ada pengakuan secara de facto kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot pada 2005. Namun, pengakuan tersebut hanya bersifat de facto, bukan de jure berdasarkan ketentuan hukum yang sah.

“Momentum ini perlu digunakan Kemlu untuk menuntut pengakuan secara de jure tersebut. Agar tidak hanya berkali-kali Belanda meminta maaf, tetapi tidak meminta maaf kepada Indonesia karena baru mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 secara de facto saja, belum mengakuinya secara de jure,” ujarnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI