Fasilitas Listrik AS Kembali Diserang, Oregon dan Washington Krisis Energi

Laporan: Galuh Ratnatika
Minggu, 11 Desember 2022 | 10:23 WIB
Stasiun Energi di Carolina Utara. (SinPo.id/ The New York Times)
Stasiun Energi di Carolina Utara. (SinPo.id/ The New York Times)

SinPo.id -  Serangkaian serangan terhadap fasilitas listrik di Amerika Serikat (AS) kembali terjadi, kali ini pelaku menyerang jaringan listrik di Oregon dan Washington yang menyebabkan sejumlah warga krisis energi.

Serangan di barat laut Pasifik tersebut terjadi hanya berselang beberapa hari setelah pembangkit listrik di Kabupaten Moore, Carolina utara terkena tembakan, hingga menyebabkan aliran listrik ke 40 ribu orang terputus.

Serangan terbaru pertama kali dilaporkan oleh Penyiaran Publik Oregon dan Radio Publik KUOW, yang menyatakan setidaknya ada enam serangan, beberapa di antaranya melibatkan senjata api. Pihak berwenang maupun para ahli belum dapat mengungkap motif di balik serangan itu, dan belum diketahui siapa pelaku di balik serangan pembangkit listrik Carolina, Oregon, maupun Washington.

Bonneville Power Administration (BPA) mengatakan dalam sebuah pernyataan menyatakan sedang mencari informasi terkait pelanggaran, vandalisme, dan kerusakan akibat peralatan yang berbahaya di gardu induk di daerah Clackamas. Serangan di kawasan itu menyebabkan kerusakan dan memerlukan biaya ratusan ribu dolar untuk perbaikan.

"Seseorang jelas ingin merusak fasilitas listrik dan, mungkin, menyebabkan pemadaman listrik," kata wakil presiden layanan lapangan transmisi utilitas, John Lahti, dilansir dari The Guardian, Minggu 11 Desember 2022.

Sebelumnya, para ahli dan analis intelijen telah lama memperingatkan tentang kerentanan jaringan listrik AS dan pembicaraan di antara para ekstremis tentang rencana mereka untuk menyerang infrastruktur penting.

“Ini sangat rentan, serangan ini adalah ancaman nyata,” kata seorang profesor di University of California, Davis, Keith Taylor, yang pernah bekerja dengan utilitas energi.

Kelompok yang disebut pinggiran itu sudah lama membicarakan ancaman itu. “Saya sama sekali tidak terkejut ini terjadi, tapi saya terkejut karena rencana ini memakan waktu selama ini," kata Taylor merujuk pada laporan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), yang telah mencium rencana tersebut sejak tahun 2020.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI