Siapa Pantas Disematkan Gelar Pahlawan "Zaman Now"

Oleh: Ismirsyaf Arbi, Apriawan Akbar
Senin, 13 November 2017 | 17:56 WIB
Foto: Apriawan Akbar
Foto: Apriawan Akbar

Jakarta, sinpo.id - Nuansa Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November masih sangat terasa gaungnya hingga saat ini. Bahkan nuansa hari pahlawan sudah terasa di Istana Negara sebelum hari pahlawan tiba yakni dengan dianugerahkannya gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh  Indonesia oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara,  Kamis (5/11/2017).

Nuansa kepahlawanan juga dibahas menjadi bahan diskusi menarik kerjasama Humas Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, yang mengusung tema ‘Pahlawan Zaman Now’.  

Diskusi yang digelar di Media Centre MPR/DPR RI, Lobby Gedung Nusantara III, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Senin (13/11/2017) ini mengundang dua narasumber yakni Ketua Badan Pengkajian MPR RI Bambang Sadono dan sejarawan JJ. Rizal, serta dihadiri puluhan awak media massa nasional.

Mengawali diskusi, Bambang Sadono mengungkapkan bahwa sosok pahlawan "zaman now" atau era kekinian adalah siapapun yang mau bekerja, mau berjuang untuk kepentingan orang banyak secara ikhlas dan secara sukarela itulah yang berhak disebut pahlawan.

“Karena kalau pahlawan itu hanya yang wafat di dalam peperangan, itu makin lama makin sedikit pahlawannya. Semestinya malah untuk di zaman seperti sekaranglah dibutuhkan banyak pahlawan. Masyarakat banyak membutuhkan orang yang idealis, yang ikhlas, yang mau berjuang untuk masyarakat dan untuk kepentingan orang banyak,” katanya.

Namun, lanjut Bambang, harapan tersebut ternyata menjadi sebuah ironi karena tidak masuk akal di zaman sekarang. Sebab menurutnya, sekarang ini apa yang disebut idealisme makin lama makin tipis, dan makin lama makin hilang, contohnya idealisme di bidang ekonomi dan politik.  Padahal di dua bidang tersebut kebutuhan akan sosok pahlawan sangatlah dibutuhkan.

“Di bidang ekonomi, masyarakat masih sangat membutuhkan pahlawan di bidang ekonomi sebab sekarang ini kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin masih sangat terasa dan perbedaannya makin jelas terlihat.  Padahal konstitusi telah mengamanahkan agar perekonomian rakyat harus terwujud secara adil dan merata.  Di bidang politik juga begitu , idealisme makin tidak terlihat karena semua berjuang untuk kepentingannya dan kelompoknya masing-masing. Maka dari itu sering dikatakan kita ini banyak sekali politisi tapi miskin negarawan,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, sejarawan JJ Rizal mengatakan bahwa pahlawan sebenarnya adalah perwujudan nilai, yakni nilai-nilai yang terbaik, nilai-nilai yang dianggap sebagai kesejatian diri sebagai orang Indonesia.

Yang selalu menjadi momok selama ini adalah dominasi definisi pahlawan yang selalu dikaitkan dengan urusan fisik bukan lagi pemikiran.  Bahkan Bung Karno dahulu sempat menyampaikan pesan untuk generasi Indonesia di masa depan atau generasi saat ini melalui penyematan pahlawan kepada tiga orang besar yaitu Abdul Moeis seorang sastrawan besar, Ki Hajar Dewantara seorang pendidik besar pahlawan pendidikan nasional dan Sugiopranoto pahlawan wong cilik, 

Penyematan pahlawan kepada ketiganya agar penunjukkan pahlawan di masa depan harus diarahkan kepada mereka yang berjasa, bukan hanya aksi heroik kemiliteran semata tapi mereka yang berjasa melalui pemikiran-pemikiran brilian mereka yang menghasilkan nilai-nilai.sinpo

Komentar: