Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen, Senayan : Lebih Baik Pemerintah Perluas Alternatif Lain

Laporan: Sinpo
Senin, 07 November 2022 | 10:55 WIB
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun (SinPo.id/ Parlementaria)
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun (SinPo.id/ Parlementaria)

SinPo.id -  Anggota dewan perwakilan rakyat di Senayan menyarankan agar pemerintah segera menambah alternatif barang kena cukai, sebagai upaya mendorong peningkatan penerimaan negara. Saran dari dewan itu terkait dengan kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang dinilai mencapai titik optimum dalam mendorong penerimaan.

"Pemerintah perlu segera menambah alternatif barang kena cukai sebagai upaya mendorong peningkatan penerimaan negara, karena kenaikan tarif CHT telah mencapai titik optimum dalam mendorong penerimaan," ujar Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, Senin 7 November 2022.

Ia mengkritisi pernyataan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu tentang isu kesehatan dan dana bagi hasil (DBH) sebagai alasan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024.

“Dari pada terus-menerus menaikkan CHT yang justru memukul sektor lain,” kata Misbakhun menambahkan.

Menurut Misbakhun, Febrio Kacaribu tentang isu kesehatan dan dana bagi hasil (DBH) sebagai alasan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau tak sesuai dengan indikator capaian kesehatan dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023 yang disusun Kemenkeu sendiri.

Dalam table itu justru menunjukkan persentase penduduk usia 10 hingga 18 tahun yang merokok pada 2013 masih di angka 7,2 persen. Namun, angka itu turun menjadi 3,8 persen pada 2020.

"Data ini yang menyusun juga BKF. Di situ jelas disebutkan persentase penduduk usia 10-18 tahun yang merokok sudah turun," kata Misbakhun menjelaskan.

Tabel yang sama juga menunjukkan kenaikan prevalensi diabetes melitus pada penduduk. Pada 2013, prevalensi penduduk dengan diabetes di angka 6,9 persen, tetapi pada 2018 meningkat ke menjadi 8,5 persen.

Selain itu, persentase penduduk berusia 10-18 tahun yang mengalami obesitas juga melonjak, dari 14,8 persen pada 2013, menjadi 21,8 persen pada 2018.

Argumen itu diperkuat data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data Survei Sosial Ekonomi Nasional KOR (Susenas) 2020 dari BPS menunjukkan prevalensi perokok pemula turun drastis. Dengan prevalensi perokok anak juga mengalami penurunan dari 9,1 persen pada 2018, menjadi 3,81 persen pada  tahun 2021.

Dengan begitu argumen BKF tentang kenaikan CHT untuk menurunkan prevalensi anak dan remaja yang merokok sudah tidak relevan. Dia justru mencurigai agenda asing di balik kenaikan CHT.

“Para pengambil kebijakan di BKF diisi oleh agen global yang merupakan bagian yang menjalankan kepentingan Bloomberg Philanthropic yang anti tembakau dengan melakukan implan kepentingan mereka pada jalur pengambil keputusan negara," ujar Misbakhun menjelaskan.sinpo

Komentar: