MK Putuskan Menteri Tak Harus Mundur Bila Dicalonkan Menjadi Capres dan Cawapres

Laporan: Sinpo
Senin, 31 Oktober 2022 | 17:17 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi/ Setkab
Gedung Mahkamah Konstitusi/ Setkab

SinPo.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menteri atau pejabat setingkat menteri tidak harus mengundurkan diri dari jabatannya, apabila dicalonkan oleh partai politik maupun gabungan partai politik menjadi presiden dan wakil presiden.

Hal itu ditegaskan dalam putusan Perkara Nomor 68/PUU-XX/2022 perihal Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam hal ini, MK memutuskan syarat pengunduran diri bagi pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau Calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya tidak lagi relevan.

“Tidak lagi relevan dan oleh karenanya harus tidak lagi diberlakukan ketentuan pengecualian syarat pengunduran diri dalam norma Pasal 170 ayat  1 UU No. 7/2017,” kata Hakim MK, Arief Hidayat dalam sidang yang berlangsung daring, Senin 31 Oktober 2022.

Arief menegaskan bahwa jabatan menteri atau setingkat menteri termasuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dimiliki oleh presiden dan wakil presiden.

“Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan stabilitas serta keberlangsungan pemerintahan, menteri atau pejabat setingkat menteri merupakan pejabat negara yang dikecualikan apabila dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau Calon Wakil Presiden harus mendapat persetujuan cuti dari Presiden,” jelasnya.

Perkara itu sebelumnya dimohonkan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana. Ia mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Pasal 170 ayat (1) mengenai "Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan anggota MPR, pimpinan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota."

Menurut pemohon pasal itu tidak secara jelas menyebut menteri harus mundur atau tidak. Sehingga dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI