Ecky Awal Mucharam: Jangan Sampai PNBP Malah Bebani Rakyat!

Redaksi
Rabu, 08 November 2017 | 13:17 WIB
Ecky Awal Mucharam selaku Anggota Komisi XI DPR RI - Foto: Istimewa
Ecky Awal Mucharam selaku Anggota Komisi XI DPR RI - Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam menegaskan, UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang baru harus dipastikan tidak membebani rakyat

“Yang terutama adalah PNBP tidak boleh menjadikan negara bebas mengambil pungutan atas pelayanan yang diberikan kepada rakyatnya,” demikian disampaikan Ecky kepada sinpo.id melalui keterangan tertulisnya, Selasa (7/ 11).

Ecky menjelaskan, salah satu poin krusial dalam pembahasan RUU oleh Panja ialah mengenai objek PNBP.

Objek PNBP selama ini ialah pelayanan publik yang diberikan oleh negara mulai dari yang bersifat kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan hingga yang bersifat administratif. Di sini lah kita harus jeli dalam merumuskan, jangan sampai UU PNBP menjadi celah bagi Pemerintah untuk mengurangi tanggung jawabnya dalam menyediakan pelayanan publik yang prima. Sebab, pelayanan publik adalah amanah konstitusi sebagaimana yang disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Idealnya memang pelayanan publik disediakan negara secara cuma-cuma. Tapi jika kemampuan negara belum memungkinkan, maka ada ruang di mana pengguna layanan dapat diminta kontribusinya untuk membiayai sebagian layanan tersebut. Nah, secara prinsip PKS ingin agar kontribusi ini seminimal mungkin dan jika betul-betul diperlukan saja untuk meningkatkan kualitas layanan,” lanjutnya.

Beliau melanjutkan, selain itu ada juga yang tak kalah pentingnya dari meminimalisasi pungutan PNBP atas pelayanan publik, PKS juga ingin mengoptimalkan PNBP dari sektor Sumber Daya Alam termasuk migas, pertambangan, panas bumi, kehutanan, serta kelautan dan perikanan. PKS memandang optimalisasi PNBP di sektor-sektor ini sebagai operasionalisasi dari Pasal 33 UUD 1945. PNBP SDA juga penting untuk sustainability atau keberlanjutan pembangunan, mengingat sebagian besar objek pungutannya dari sektor yang ekstraktif atau tak terbaharui.

“Ironisnya, selama ini PNBP SDA masih jauh dari potensinya. Dalam dua tahun terakhir, PNBP SDA hanya berkontribusi kurang dari setengahnya PNBP. Di 2015 hanya Rp 101 Triliun dari Rp 256 Triliun PNBP, dan di 2016 anjlok hingga sebesar Rp 65 Triliun dari PNBP sebesar Rp 262 Triliun. Salah satu contoh kasus terkait PNBP SDA ini ialah temuan di tahun lalu dari hasil audit BPK mengenai tunggakan senilai Rp 21Triliun dari lima perusahaan tambang. Tunggakan ini berasal dari tagihan negara berupa Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) atau royalti hasil tambang,” tegasnya.

Ecky berharap dengan adanya UU yang baru ini akan mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan membebani rakyat.

“Saya harap dengan adanya UU yang baru, kita punya tata kelola PNBP yang lebih akuntabel dan professional. Selama ini dalam PNBP masih ditemui pungutan-pungutan tanpa dasar hukum atau dikelola di luar mekanisme APBN, serta PNBP yang belum atau terlambat disetor. Kita ingin masalah itu tuntas dengan tata kelola kelembagaan dan regulasi yang baik. Sehingga, PNBP betul-betul menjadi instrument untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan membebani rakyat,” pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI