Ironi Jenderal Polisi Terseret Narkoba
Mengancam soliditas institusi Polri. Semakin menyulitkan Polri mengembalikan kepercayaan publik
SinPo.id - Jenderal Listyo Polisi Sigit Prabowo, Jumat 14 Oktober 2022 kemarin tegas menyatakan akan menerbitkan telegram atau TR rahasia, berisi pembatalan pengangkatan Inspektur Jenderal (Irjen) Teddy Minahasa sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur. Teddy rencananya akan menggantikan Irjen Nico Afinta sebagai Semeru 1, sebuah istilah jabatan tertinggi kepolisian di Jatim, usai petaka stadion Kanjuruhan Malang.
Sigit mengatakan pembatalan pengangkatan sebagai Kapolda Jatim lantaran Teddy terseret kasus narkoba. "Terkait dengan posisi Irjen Pol TM yang kemarin baru saja kita keluarkan TR untum Polda Jatim. Hari ini akan segera keluarkan TR pembatalan untuk diganti pejabat yang baru," ujar Sigit di Mabes Polri.
Teddy Minahasa ditetapkan sebagai terduga pelanggar atas kasus narkotika dan sudah ditempatkan di tempat khusus (Patsus) guna proses hukum lebih lanjut.
“Irjen TM dinyatakan sebagai terduga pelanggar, dan sudah dilakukan penempatan khusus,” ujar Sigit menambahkan.
Padahal keputusan pengangkatan Teddy sebagai Kapolda Jatim sebelumnya tertuang dalam Telegram Nomor: Kep/1386/X/2022/Tanggal10-10-2022, tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Polri, Senin 10 Oktober 2022.
Ketegasan Kapolri itu sudah dilakukan sejak awal ketika memerintahkan Divisi Propam Polri menangkap Teddy yang sebelumnya berstatus Kapolda Sumatera Barat (Sumbar). Sedangkan penangkapan itu sebagai langkah lanjutan untuk pemeriksaan etik serta proses dengan hukuman pemecatan dengan tak hormat.
Temuan jenderal polisi tersangkut narkoba itu sangat ironi, apalagi Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi menggelar pertemuan dengan 599 personil Polri dari pejabat utama Mabes Polri, Kapolda, serta Kapolres, di Istana negara pada Jumat 14 Oktober 2022.
Kapolri Jenderal Sigit mengatakan Presiden Jokowi memberikan sejumlah arahan, salah satunya menegaskan agar Polri selalu menjaga kesolidan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
"Arahan dari beliau jelas dan tegas, bahwa kami semua harus solid untuk bersama-sama berjuang melakukan apa yang menjadi tugas pokok fungsi kami pelindung, pengayom, pelayan masyarakat, responsif terhadap apa yang menjadi keluhan masyarakat, respons cepat, dan kita memiliki sense of crisis di tengah situasi yang sulit ini,” ujar Sigit dalam keterengan tertulis, Jumat 14 Oktober 2022.
Presiden juga meminta jajaran Polri melakukan sejumlah langkah perbaikan dan tindakan tegas terhadap berbagai hal yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri. Mulai dari gaya hidup hingga pelanggaran yang dilakukan oleh jajaran Polri.
Temuan salah salah satu jenderal polisi yang menjadi terduga kasus narkoba itu mendapat perhatian dari senayan. Komisi lll DPR RI mendukung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar bersih-bersih institusi kepolisian.
"Kami 100 persen mendukung Pak Listyo Sigit, Kapolri untuk melakukan bersih bersih di institusi polri,” kata Anggota Komisi lll DPR RI Habiburokhman.
Habiburokhman mengaku dapat rumor, bahkan banyak sekali yang telepon ke anggota komisi lll bertanya soal isu penangkapan terhadap kapolda terkait kasus narkoba.
Meski pada jum’at kemarin Komisi lll belum mendapat konfirmasi soal kebenaran kabar tersebut dari Kapolri yang sedang ada pertemuan di Istana Negara. "Sampai saat ini belum ada konfirmasi dari Polri walau kami coba hubungi pak kapolri dan pejabat-pejabat polri rata-rata gak aktif, karena mungkin masih di Istana," kata Habiburokhman.
Ia menegaskan, jika kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Polri sudah sangat bagus dan transparan. "Zamannya pak Sigit jadi ini bagus sekali tapi kita mau nunggu nanti hasilnya seperti apa," katanya.
Persaingan Kelompok Internal ?
Anggota Komisi III DPR RI fraksi PKS Nasir Djamil justru menyebut temuan Irjen Teddy Minahasa terlibat kasus narkoba, semakin mengkonfirmasi adanya sejumlah kelompok di internal kepolisian yang bersaing.
"Pertama kondisi ini menunjukkan bahwa rumor tentang faksi-faksi di tubuh kepolisian masih ada dan belum mampu diatasi bukanlah isapan jempol," ujar Nasir.
Nasir menduga, kasus itu berhubungan dengan terpilihnya Irjen Teddy Minahasa sebagai Kapolda Jawa Timur yang baru. "Bisa jadi juga kasus ini dibuka setelah Irjen Teddy ditunjuk menjadi Kapolda Jatim. Semacam ada persaingan yang tidak sehat," katanya.
Ia berharap persoalan tersebut harus segera diselesaikan, agar tingkat kepercayaan masyarakat semakin tinggi terhadap kepolisian. Termasuk mengusut tuntas, sehingga mengetahui fakta keterlibatan Jenderal bintang dua tersebut. Jika tidak, akan mengancam soliditas institusi Polri. Termasuk semakin menyulitkan Polri mengembalikan kepercayaan publik.
Ketua SETARA Institute, Hendardi, mengatakan akselerasi reformasi Polri mutlak diperlukan dalam kasus Teddy Minahasa. “Tidak ada jalan lain bagi Polri kecuali melakukan percepatan reformasi Polri dengan suatu desain komprehensif, berbasis bukti atau evidence baseddan berkelanjutan,” kata Hendardi.
Ia mengatakan Polri harus solid, profesional, berintegritas dalam menjalankan mandat, sebagaimana pesan Jokowi. “Karena jika tidak berbenah, pada akhirnya, kinerja Polri juga akan merusak kinerja Jokowi, karena Jokowi adalah atasan Kapolri,” kata Hendardi menjelaskan.
Menurut Hendardi, pengarahan langsung Presiden Jokowi terhadap 559 pejabat Polri dari unsur Mabes Polri, Polda dan Polres adalah agenda luar biasa yang menggambarkan kegeraman presiden atas kinerja institusi Polri menjalankan mandat konstitusionalnya menjaga keamanan, memberikan perlindungan dan pelayanan masyarakat dan menegakkan hukum.
Pengarahan massal itu kali pertama terjadi bagi Polri di masa Jokowi. Meskipun geram, Jokowi sesungguhnya masih sangat mempercayai Jenderal Listyo Sigit Prabowo mampu memimpin reformasi Polri.
Hendardi mengakui setelah kasus Ferdi Sambo, kontroversi konsorsium 303, kegagalan pencegahan potensi kerusahan di Kanjuruhan, dan kali ini kasus narkoba diduga menjerat petinggi Polri, merupakan rangkaian peristiwa terus merusak kepercayaan publik dan semakin melemahkan kinerja Polri.
Bukan hanya daya rusak internal yang mengoyak soliditas anggota dan pimpinan Polri tetapi juga daya rusak bagi publik karena keadilan yang terusik. “Bahkan, karena peristiwa-peristiwa itu, berbagai kinerja Polri lainnya, juga diragukan profesionalitas dan imparsialitasnya oleh publik,” kata Hendardi menjelaskan.
Sedangkan keretakan dan terganggunya kohesi anggota di tubuh Polri, bukan hanya akan melemahkan kepercayaan publik tetapi potensi politisasi sistematis kelompok-kelompok tertentu, baik yang sejak lama menanti momentum ini karena merasa diperlakukan tidak adil dalam penegakan hukum, maupun conflict entrerpreneurs yang memanfaatkan kelemahan Polri hari ini untuk mengganggu keamanan, melakukan tindakan terorisme, maupun menciptakan instabilitas.

