MPR Dorong KPK Berantas Mafia Peradilan di Mahkamah Agung

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Sabtu, 24 September 2022 | 05:51 WIB
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (SinPo.id/Instagram)
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (SinPo.id/Instagram)

SinPo.id -  Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi kinerja KPK yang berhasil membongkar mafia peradilan di Mahkamah Agung terkait suap pengurusan perkara. Setidaknya, KPK telah menetapkan enam tersangka penerima suap, yaitu Sudrajad Dimyati (Hakim Agung pada Mahkamah Agung), Elly Tri Pangestu (Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung), Desy Yustria (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung), Muhajir Habibie (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung), Redi (PNS Mahkamah Agung), dan Albasri (PNS Mahkamah Agung).

Sedangkan pihak pemberi suap yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain, Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara), Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam ID/Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta debitur Koperasi Simpan Pinjam ID/Intidana). KPK juga turut mengamankan uang sebesar SGD 205 ribu atau setara Rp2,1 miliar.

Menurut Bamsoet, kejadian ini sangat memprihatinkan karena menunjukan bahwa mafia peradilan masih terdapat di institusi sekelas Mahkamah Agung. Bahkan sampai melibatkan langsung seorang Hakim Agung.

"Namun di sisi lain, kita patut apresiasi kinerja KPK yang berhasil membongkar kasus ini. Menjadi tamparan keras bagi institusi Mahkamah Agung maupun bagi aparat penegak hukum lainnya agar tidak lagi main-main dengan hukum," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Jumat, 23 September 2022.

Bamsoet mendorong agar peradilan yang dijalankan terhadap para tersangka tersebut bisa tetap berjalan dengan mengedepankan asas profesionalitas. Siapapun yang bersalah di mata hukum, harus mendapat ganjaran yang setimpal.

"Jika nantinya terbukti bersalah, para tersangka harus mendapat ganjaran yang setimpal di hadapan hukum. Sehingga bisa memberikan efek jera, khususnya kepada para penegak hukum lainnya, agar tidak ada yang berani main-main dengan hukum," katanya.

Kejadian ini, diharapkan Bamsoet, akan menjadi alarm peringatan bagi para penegak hukum, khususnya di Mahkamah Agung, untuk melakukan berbagai pembenahan. Sebagaimana juga tergambar berdasarkan indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara.

Bila merujuk hasil survei yang diterbitkan Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Hal ini menunjukan persoalan penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan berbagai persoalan.

"Ditambah dengan adanya kasus ini, semakin mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dan aparat penegak hukum punya pekerjaan rumah yang berat untuk meningkatkan kepercayaan rakyat. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan tindakan nyata," pungkasnya.


 sinpo

Komentar: