Senayan Minta Sri Mulyani Tunjukkan Kemampuan Bayar Utang Pemerintah
SinPo.id - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan kepada publik soal kemampuan pemerintah membayar utang. Menurut Misbakhun, penjelasan ke publik penting untuk membangun kepercayaan terhadap pemerintah.
“Kita juga harus mulai membangun confidence (kepercayaan diri) kepada masyarakat bahwa pemerintah yang berutang itu mempunyai ability to pay, kemampuan untuk membayar,” ujar Misbakhun saat rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 31 Agustus 2022 kemarin.
Misbakhun menegaskan penjelasan soal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) belum cukup bagi publik. Ia beralasan masih ada rasio lain, misalnya besar penerimaan pajak berbanding jumlah utang. Semestinya pemerintah juga menjelaskan besaran penerimaan pajak yang dipakai untuk membayar utang negara. Dengan harapan ada kepastian bahwa pemasukan dari perpajakan mencerminkan kemampuan pemerintah membayar utang, sehingga tidak ada kesan gali lubang tutup lubang.
“Ada fundamental data yang di-share untuk membangun confidence bahwa apa yang disampaikan tidak hanya sebuah peyampaian yang bersifat persuasif,” kata Misbakhun menjelaskan.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu juga merujuk paparan Menkeu Seri Mulyani soal utang pemerintah mencapai Rp 7.123,62 triliun per Juni 2022. Angka itu setara 37,9 persen dari PDB 2022.
“Lah, yang menjadi pertanyaan ialah berapa sebenarnya volume PDB kita pada 2022 yang menjadi baseline perhitungan di angka 37,91 persen tersebut?” kata Misbakhun menegaskan.
Ia mengutip data BPS yang memperlihatkan PDB pada 2020 mencapai Rp15.434,2 triliun. Adapun PDB 2021 sebesar Rp16.970,8 triliun
Misbakhun mengaku tidak pernah mempermasalahkan jumlah sebenarnya tentang utang pemerintah. Alasannya, utang merupakan keniscayaan dalam mengelola negara. Namun, Misbakhun juga ingin tahu soal pemegang surat Surat Berharga Negara (SBN). “Siapa sih, di dalam negeri yang menjadi pemegang SBN ini, karena biasanya negara-negara yang mulai kuat pertumbuhan ekonominya, utangnya diserap di dalam negeri sehingga circle (perputaran) bisnisnya berjalan antara negara dan sektor keuangannya,” katanya.

