Ini Alasan Proyek IPAL di Gampong Pande Harus Dihentikan

Laporan:
Senin, 23 Oktober 2017 | 12:51 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Banda Aceh, sinpo.id - Firmandez selaku Koordinator Tim Pemantau Otonomi Khusus (Otsus) Aceh, meminta Pemerintah Pusat untuk menghentikan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh. Pasalnya, proyek tersebut merusak situs sejarah dan purbakala Aceh.

Menurutnya, proyek APBN yang dikerjakan sejak 2015 dengan anggaran Rp 107 miliar itu melanggar Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya karena dibangun di lahan seluar 1,6 hektar yang di dalamnya terdapat sejumlah makam ulama dan keluarga kerajaan Aceh.

“Dalam UU No 11 tahun 2010 tentang cagar budaya dijelaskan bahwa warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya, baik yang di darat maupun di air harus dilestarikan karena keberadaannya memiliki nilai penting bagi sejarah dan ilmu pengetahuan. Sedangkan Gampong Pande merupakan bekas pertapakan Kerajaan Aceh, jadi harus dilestarikan. Maka, kita minta proyek IPAL di sana harus dihentikan,” cetusnya kepada sinpo.id melalui keterangan tertulisnya, Senin (23/10).

Firmandez juga telah menjumpai Keluarga Besar Dinasti Alaiddin Kesultanan Aceh Darussalam pada hari Minggu (22/10) di Banda Aceh, untuk mendengar masukan dan keterangan tentang keberadaan situs sejarah Kerajaan Aceh di areal proyek IPAL tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, Tuanku Warul Waliddin yang merupakan salah satu anggota Keluarga Besar Dinasti Alaiddin Kesultanan Aceh Darussalam menjelaskan, Gampong Pande merupakan titik nol awal mula Kesultanan Aceh yang didirikan oleh Sultan Johansyah pada 1 Ramadhan 610 Hijriah atau 22 April 1205 Masehi.

“Kami atas nama keluarga keturunan Sultan Aceh sangat keberatan atas dibangunnya proyek IPAL di lokasi yang sangat bersejarah tersebut, kami minta proyek itu dihentikan dan direlokasi ke tempat lain,” ungkap Tuanku Warul.

Anggota Komisi V DPR RI ini melanjutkan, bila proyek IPAL itu tetap dilanjutkan, maka sama saja Pemerintah telah menghilangkan situs sejarah Aceh, serta tak menghargai para ulama dan sultan-sultan Aceh tempo dulu.

“Ini sangat ironi, di satu sisi di situ dibuat prasasti titik nol Kota Banda Aceh, artinya lokasi itu merupakan tempat pertama kota lama dibangun sebagai cikal bakal Kota Banda Aceh sekarang, tapi di sisi lain, di situ dibangun proyek IPAL. Ini kan sangat tidak menghargai keberadaan makam ulama dan keluarga kerajaan Aceh yang ada di situ,” tegasnya sekaligus mengakhiri.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI