KPK Beri Penguatan Integritas dan Antikorupsi ke MA
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan program Penguatan Antikorupsi bagi Penyelenggara Negara Berintegritas (PAKU Integritas) kepada penyelenggara negara di Mahkamah Agung (MA).
Ketua MA Syarifuddin, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Sunarto, Sekretaris MA Hasbi Hasan, dan jajaran eselon I lainnya dijadwalkan hadir secara langsung.
"KPK akan kembali menggelar 'executive briefing' bagi para penyelenggara negara di lingkungan Mahkamah Agung (MA)," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Senin 22 Agustus 2022.
Ipi mengungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri akan menyampaikan langsung pembekalan antikorupsi bersama jajaran pada Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK.
Dalam upaya pencegahan korupsi, MA dan KPK telah bekerja sama dalam sejumlah program dan kajian yang dilakukan oleh KPK, salah satunya kajian tentang manajemen dan penanganan perkara di MA pada tahun 2021.
"Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko korupsi dalam sistem manajemen perkara serta memberikan rekomendasi perbaikan untuk mencegah korupsi dalam sistem tersebut," ujar Ipi.
Ipi menambahkan, kajian tersebut diselenggarakan dengan bekerja sama kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam pelaksanaan audit tujuan tertentu (ATT) yang dilakukan pada tingkat pusat, yaitu di MA maupun di tingkat daerah pada 34 pengadilan tingkat pertama dan banding di 15 provinsi.
Selain itu, MA juga menjadi salah satu institusi peserta survei penilaian integritas (SPI) 2021. Dalam survei tersebut, KPK memetakan risiko dan potensi korupsi serta mengukur efektifitas upaya pencegahan korupsi di instansi yang meliputi total 640 peserta kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
"Berdasarkan hasil SPI 2021 yang merangkum dari tiga kelompok responden internal, eksternal dan eksper, MA meraih skor 82,72," ucapnya.
Berdasarkan hasil SPI tersebut, di MA sendiri masih terdapat tujuh titik rawan korupsi. Beberapa di antaranya terkait risiko penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, keberadaan pungutan liar, dan terkait kualitas pengelolaan pengadaan barang dan jasa.