Setara Minta Penetapan Tersangka dalam Kasus Brigadir J Harus Akuntabel

Laporan: Farez
Rabu, 17 Agustus 2022 | 08:58 WIB
Tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo (SinPo.id/Ashar)
Tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo (SinPo.id/Ashar)

SinPo.id - Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menetapkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (FS), dan menjerat puluhan personel Polri yang diduga terlibat pembunuhan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, dinilai tepat dan tegas. 

Begitu kata Ketua SETARA Institute Hendardi dalam keterangan tertulisnya.

“Secara umum penetapan status tersangka untuk FS serta beberapa personel lain dan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik oleh Tim Khusus bentukan Kapolri bisa dikatakan telah mengesankan penegakan hukum yang lebih tegas dan tidak pandang bulu di dalam Polri,” kata Hendardi, Rabu 17 Agustus 2022.

Namun demikian, Hendardi menyebut, penerapan status tersangka maupun dugaan pelanggaran kode etik terhadap puluhan personel dari Polres Jaksel, Polda Metro Jaya (PMJ) maupun Mabes Polri mesti benar-benar fair, akuntabel dan terbuka dalam prosesnya.

“Hal ini penting untuk memastikan tidak terjadi demoralisasi terhadap anggota Polri,” tegasnya.

Adapun, kata Hendardi, untuk anggota Polri yang diduga melanggar etik tentu dapat dijerat pidana. Namun hal tersebut harus dibuktikan jika mereka memang terkait langsung atau membantu peristiwa pidana.

Namun penetapan jerat pidana tersebut mesti dilakukan secara berhati-hati, dan bertanggung jawab serta harus cukup terbuka tentang tindak pidana apa yang dilakukan yang bersangkutan. Banyak dari anggota yang sebenarnya hanyalah korban skenario di awal kasus ini muncul.

“Melihat cukup banyak personil Polri yang diperiksa berkaitan dengan pelanggaran etik dan pidana, sangat penting dipertimbangkan tentang kondisi mental dan moral anggota serta kewibawaan institusi,” tuturnya.

Menurut Hendardi, dugaan sangkaan ketidakprofesionalan anggota mesti dengan pertimbangan matang menyangkut apakah seluruh personel dalam 3 jenjang proses penyelidikan dan penyidikan di mulai di Polres Jakarta Selatan, lalu PMJ maupun terakhir di Bareskrim Mabes Polri memiliki dasar fakta-fakta awal yang sama dan transparan untuk dianalisis.

Jika penerapan dugaan dan sanksi etik ini secara tidak transparan dapat menuai prasangka pemanfaatan untuk kepentingan tertentu. Sehingga justru  menyudutkan pihak-pihak tertentu secara unfair.

Seyogyanya, masih kata Hendardi, setiap proses pemeriksaan baik hukum maupun etik dapat diinfokan secara bertahap dan terbuka. Dengan demikian dapat menghindari prasangka-prasangka dan menunjukkan proses yang akuntabel. 

“Termasuk di dalamnya melibatkan Kompolnas dalam pengawasan proses sesuai kewenangannya sebagaimana bunyi Pasal 9 ayat g dan f Perpres 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),” pungkasnya.sinpo

Komentar: