PBHI: Jika Penyelesaian Kasus Sambo Lambat, Maka Citra Polri Akan Rusak
SinPo.id - Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang mengaitkan Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual dalam peristiwa berdarah tersebut, sejatinya bisa menjadi bahan evaluasi bagi Polri.
Menurut Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, kerumitan pengungkapan kasus itu menjadi pintu untuk memperbaiki kinerja Polri.
"Keruwetan kasus Irjen FS ini menjadi entry point dari pekerjaan rumah besar institusional Polri secara paralel dan simultan, yang harus diselesaikan segera," ujar Julius Ibrani di Jakarta, Senin, 15 Agustus 2022.
"Karena, jika tidak diselesaikan atau lambat, maka akan merusak institusi Polri, dan merugikan masyarakat luas selaku penerima manfaat," sambung Julius.
Julius menjelaskan, setidaknya beberapa hal utama yang harus diperhatikan. Utamanya, tupoksi inti Polri yakni pemeriksaan pro justitia.
"Pro justitia menjadi sangat krusial dan signifikan, karena seharusnya dapat menjawab keresahan publik atas pemberitaan yang begitu liar di berbagai media," tutur Julius.
Jika dilihat melalui “helicopter view”, pada kasus ini terungkap selain materi pro justitia, juga mengungkapkan Irjen Ferdy Sambo merekayasa peristiwa dan merusak serta menghilangkan alat bukti CCTV, TKP, dan lainnya.
Perbuatan tersebut, kata Julius, masuk dalam kategori obstruction of justice atau perintangan pada penegakan hukum yang mengandung tiga unsur.
Yakni, imbuh Julius, adanya tindakan yang menyebabkan tertundanya proses hukum, pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya yang salah atau fiktif/palsu, kemudian pelaku bertujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum.
Untuk itu, Julius meminta Polri bekerja cepat dan cermat agar kasus itu bisa selesai dengan baik. Termasuk pembuktian pada dugaan perintangan oleh Ferdy Sambo.
"Polri harus memastikan pemeriksaan dugaan pidana obstruction of justice memenuhi unsur tersebut, bukan hanya sebatas pelanggaran profesionalitas dan etik saja," pungkasnya.