Anggaran Subsidi Terancam Tekor

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 13 Agustus 2022 | 14:40 WIB
Ilustrasi SinPo.id/ Wawan
Ilustrasi SinPo.id/ Wawan

Ada tambahan beban subsidi lebih dari Rp502 triliun. Belum lagi harga minyaknya sampai US$120 per barel, sedangkan asumsikan di APBN basisnya US$100 per barel.

SinPo.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mulai khawatir saat melihat kuota tambahan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite per Juli 2022 hanya tersisa 6,2 juta kilolter dari kuota tahun ini sebesar 23 juta kiloliter. Jika kuota ditambah, maka dikhawatirkan anggaran subsidi tahun ini akan semakin membengkak.

“Artinya bakal ada tambahan subsidi di atas Rp502 triliun yang sudah kita sampaikan. Belum harga minyaknya sendiri yang kita asumsikan di dalam APBN kan basisnya US$100 per barel. Kemarin pernah sampai US$120 per barel,” kata Sri Mulyani, Rabu, 10 Agustus 2022.

Ancaman tekor akibat anggaran subsidi menjadi perhatian pemeirntah. Sri menyebut harga dan volume minyak dunia terus bergerak naik. Kekhawatiran lain harga minyak dunia yang hingga saat ini di atas asumsi pemerintah. Sedangkan kurs rupiah terhadap dolar AS semakin melemah, menjadi beban tersendiri bagi keuangan negara.

“Itu semuanya memberikan tekanan kepada APBN kita di 2022 ini meskipun APBN-nya bagus surplus ya sampai dengan Juli 2022, tapi tagihannya ini nanti kalau volumenya tidak terkendali akan jadi lebih besar di semester 2,” kata Sri Mulyani menjelaskan.

Ancaman krisis angaran akibat subsidi itu sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, yang mengatakan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite mulai terlihat di berbagai SPBU di beberapa wilayah di Pulau Jawa, seperti di DKI Jakarta dan Bogor. Eddy mengatakan jika kejadian itu dibiarkan berlarut, maka ada kekhawatiran bisa memantik amarah masyarakat.

"Kelangkaan Pertalite di Kota Bogor ini tidak bisa dibiarkan berlarut. Pertamina harus berikan solusi segera. Banyak masyarakat yang terdampak khususnya mereka yang memang berhak mendapatkan BBM bersubsidi," kata Eddy.

Ia mendesak Pertamina segera mengatasi kelangkaan Pertalite agar tidak terjadi dampak yang lebih luas di masyarakat.

"Kelangkaan Pertalite ini berdampak pada sektor ekonomi rakyat khususnya pelaku usaha kecil dan menengah. Kelangkaan ini tidak bisa dibiarkan berlarut,”  kata Eddy menjelaskan.

Ia meminta Pertamina memberikan penjelasan menyeluruh tentang kelangkaan Pertalite yang terjadi saat ini. Penjelasan Pertamina dinilai penting agar kelangkaan Pertalite dan Pertamax tidak terulang lagi di Kota Bogor dan tentu kota-kota lainnya di Indonesia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan kekhawatiran tekor anggaran untuk subsidi menjadi alasan Presiden Joko Widodo segera meneken aturan terbaru revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. "Insya Allah (pekan ini)," ujar Arifin.

Menurut Arifin, aturan baru itu mengatur pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite akan dibatasi.

Tercatat pemerintah bakal membatasi pembelian BBM jenis pertalite dan solar lewat revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014. Revisi Perpres rencananya akan diterbitkan pada awal Agustus 2022 lalu, namun hingga saat ini belum diterbitkan.

Regulasi tersebut membatasi penggunaan pertalite dan solar bagi kendaraan jenis tertentu yang akan mengatur tentang alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

Tak hanya soal bahan bakar minyak untuk rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tahun depan pemerintah akan mulai menyiapkan kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran untuk menjaga inflasi. Selain BBM, jenis subsidi yang akan dikaji ulang agar tepat sasaran adalah gas 3 kilogram dan pupuk.

“Kita lihat pemerintah pada dasarnya menjaga inflasi dan betul subsidi dibuatkan program untuk tepat sasaran dan ada program yang sedang disiapkan, dan tentu akan kita umumkan saat waktunya,“ kata Airlangga.

Keseimbangan Pengurangan Beban APBN Dan Mekanisme Penyaluran Subsidi

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter A. Redjalam menilai kebijakan subsidi pemerintah memang mampu menahan laju inflasi. Namun di sisi lain, subsidi justru terus memperberat beban APBN.

"Kebijakan pemerintah menahan harga barang-barang subsidi yaitu pertalite, gas 3 kilogram dan listrik di bawah 900 VA menahan laju kenaikan inflasi. Tetapi kebijakan pemerintah itu menyebabkan beban subsidi di APBN menjadi sangat besar, lebih dari Rp500 triliun," kata Piter.

Menurut Piter rencana pemerintah untuk mengurangi beban APBN bisa dilakukan dengan memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi agar lebih efektif dan efisien. Dengan perbaikan mekanisme, subsidi bisa lebih tepat sasaran sekaligus meringankan beban APBN.

"Untuk mengurangi beban subsidi dalam APBN ini pemerintah berencana untuk memperbaiki mekanisme subsidi yang lebih tepat sasaran," kata Piter menambahkan.

Ia merekomendasikan agar pemerintah tetap menjamin masyarakat bisa menikmati harga barang subsidi yang terjangkau. Namun pada saat yang sama, pemerintah bisa menahan laju inflasi. Dengan begitu beban subsidi bisa dikurangi tanpa harus menaikkan harga barang-barang subsidi. “Sehingga laju inflasi tetap bisa dijaga tidak terlalu tinggi," kata Piter menjelaskan.

Sementara itu Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengingatkan pemerintah bergerak cepat menghadapi krisis Pertalite, karena BBM bersubisidi tersebut sudah membebani APBN.

"Konsumsi pertalite sudah mendekati batas kuota subsidi yang ditetapkan pemerintah, yaitu 23,05 juta kiloliter (KL). Cadangan yang ada diperkirakan hanya bisa disalurkan hingga September 2022," kata Puan.

Menurut Puan, contingency plan perlu dibarengi dengan penambahan anggaran subsidi BBM untuk masyarakat kelas menengah ke bawah yang sangat membutuhkan, agar tetap bisa mengakses BBM bersubsidi.

“Tentunya, ini akan memberatkan masyarakat kecil, terutama yang mata pencahariannya sangat bergantung pada BBM jenis pertalite. Perlu ada langkah extra ordinary untuk mengatasi krisis pertalite,” ujar Puan.

Selain itu, program pembatasan pembelian BBM bersubsidi, serta sosialisasi program subsidi tepat sasaran juga harus segera dilaksanakan. Karena telah menyedot APBN hingga Rp502 triliun dan terancam membengkak jika angka konsumsi pertalite bertambah.

“Dengan begitu, subsidi dari pemerintah, termasuk alokasi tambahan anggarannya, betul-betul tepat sasaran diberikan kepada masyarakat yang berhak memperolehnya,” kata Puan menjelaskan.sinpo

Komentar: