Bhima Yudhistira: Suntikan Modal Pemerintah ke Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rp4,1 Triliun Tidak Tepat!

Laporan: Tri Bowo Santoso
Jumat, 05 Agustus 2022 | 02:56 WIB
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Foto: Istimewa
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Foto: Istimewa

SinPo.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menilai, langkah PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) menggunakan  dana Rp4 triliun yang berasal dari PMN (Penyertaan Modal Negara) untuk menambah kekurangan dana pada proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) tidak tepat.

Bhima mengatakan, seharusnya negara tidak perlu memberikan suntikan modal pada proyek tersebut. Karena sejak awal proyek itu merupakan konsorsium antara dua BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan China, Beijing Yawan HSR Co Ltd.

"Pertama menang dari awal ini sudah bermasalah, kedua awalnya pendanaan ini dari bussiness to bussiness, artinya kalau sekarang terjadi pembengkakan biaya, maka yang harus diselesaikan adalah dengan konsorsium, bukan dengan bantuan pemerintah," kata Bhima, Kamis, 4 Agustus 2022.

Sebagai informasi, Komisi VI DPRI RI menyetujui usulan KAI terkait penambahan dana tahun 2022 untuk penyelesaian proyek Kereta Api Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) sebesar Rp4,1 triliun.

"PMN itu bahkan tidak perlu, karena ini kan business to bussiness, konsorsium, kenapa ujungnya membebankan APBN juga, inilah yang disebut risiko kontijensi, dari business menular kepada APBN, sehingga pemerintah harus ikut campur, padahal tidak perlu," jelasnya.

"Kereta cepat ini kan konsorsium KAI dengan BUMN China, dana itu saja sudah pakai utang ya, tapi utang kepada konsorsium, sekarang ketika ada biaya bengkak, maka ini seharusnya direnegosiasikan kembali, bukan utang kembali," lanjutnya.

Menurut Bhima pemerintah seharusnya cukup sebagai fasilitator kedua BUMN untuk bertemu dalam melakukan renegosiasikan maslaah pendanaan yang membengkak itu.

"Indonesia posisinya sedang butuh dana APBN, seharusnya tidak apa, pemerintah hanya fasilitasi renegosiasi," pungkas Bhima.
 

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI