Bhima Sarankan Pemerintah Cari Solusi Pembiayaan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Melalui G20 Ketimbang Tambah Utang
SinPo.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bima Yudhistira, menilai, utang baru untuk menutup kekurangan pendanaan dari proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) bukanlah opsi yang baik.
"Karena kalau kita menambah utang baru, ini bagaimana pengelolaan fiskalnya? APBN bakal makin rumit, terlebih utang itu bunganya bakal semakin mahal di tengah kenaikan tingkat suku bunga secara global," kata Bhima di Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2022.
Di sisi lain, sambung Bhima, menggunakan APBN untuk pembiayaan kereta cepat juga dirasa sulit dilakukan. Karena, menurut Bhima, keuangan negara juga sudah terbagi-terbagi untuk kebutuhan yang sudah dianggarkan satu tahun sebelumnya.
"Kalau hanya membebankan kepada ABPN, sekarang APBN Rp520 triliun untuk dana Subsidi energi, tahun depan ada Rp110 triliun untuk biaya pemilu, kemudian ada belanja pegawai, atau belanja barang yang sifatnya rutin, ada proyek infrastruktur selain kereta cepat Jakarta Bandung," ungkap Bhima.
Maka dari itu, dia menyarankan pemerintah untuk renegosiasi utang.
Menurutnya, dari pendanaan ini adalah Business to Bussiness, artinya kalau terjadi pembengkakan maka harus diselesaikan dengan konsorsium, bukan bantuan pemerintah.
"Karena ini adalah konsorsium dari BUMN China, maka yang harus dilakukan sekarang adalah melakukan renegosiasi utang, sehingga beban bunga pinjaman dan pokok pinjaman bisa diturunkan dan bahkan dihapuskan," jelasnya.
Dia menambahkan hal tersebut kemungkinan bisa menjadi pembahasan khusus pada forum G20. Apalagi, kata Bhima, Indonesia posisinya sebagai presidensi.
"Ini masuk dalam kerangka kesepakatan G20 terkait dengan menangguhkan atau mengurangi beban utang negara-negara berkembang," imbuh Bhima.
"Indonesia termasuk negara berkembang yang seharusnya berhak memanfaatkan momen G20 apalagi sebagai presidensi untuk mendorong renegosiasi utang kereta cepat," pungkas Bhima.