Penjualan BBM Subsidi ke Nelayan Bakal Diperketat, KSP Bakal Monitoring Penyaluran

Laporan: Tri Bowo Santoso
Rabu, 27 Juli 2022 | 01:15 WIB
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Foto: Istimewa
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Foto: Istimewa

SinPo.id - Penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ke nelayan bakal diperketat. Bahkan, Kantor Staf Presiden diturunkan untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan skala kecil, yakni di bawah 10 GT. 

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, menjelaskan, pelibatan KSP dalam memonitoring penyaluran BBM bersubsidi ke nelayan merupakan tindaklanjut penandatanganan nota kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan.

Kesepakatan itu juga melibatkan kementerian ESDM, BPH Migas, Pertamina, dan enam pemerintah daerah. Yakni, provinsi Kepulauan Riau, kota Medan, kota Bitung, serta kabupaten Maluku Tengah, Cilacap, dan Sukabumi.

“Dengan adanya nota kesepakatannya ini, diharapkan akses nelayan kecil mendapat BBM subsidi lebih terbuka dan lebih mudah. KSP tentu akan melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan,” kata Moeldoko dalam keterangannya, Selasa, 26 Juli 2022.

Sebagai informasi, Kantor Staf Presiden telah menginisiasi kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, antara kementerian/lembaga terkait bersama enam pemerintah daerah. Kesepakatan ini menjawab persoalan nelayan di bawah 10 GT, yang merasa kesulitan mengakses BBM bersubsidi.

“Di sisi lain, BPH Migas menyebut serapan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan masih kecil. Nah, ini kan tidak sinkron. Karena itu KSP menginisiasi kesepakatan tersebut,” kata Moeldoko.

Panglima TNI 2013-2015 ini mengungkapkan, berdasarkan hasil verifikasi lapangan tim KSP, salah satu kendala yang dihadapi nelayan dalam mengakses BBM subsidi adalah soal administrasi. Di mana, nelayan harus memiliki surat rekomendasi yang di dalamnya berisi banyak lampiran.

Moeldoko mencontohkan, Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK), Fotocopi SIPI /SIKPI atau bukti pencatatan kapal dengan menunjukkan aslinya, Fotocopi Surat Laik Operasi (SLO), dan estimasi sisaminyak solar yang ada di kapal.

“Hasil survei KUSUKA 2020, tujuh puluh delapan persen nelayan mengalami kesulitan memperoleh surat rekomendasi karena belum bisa melengkapi lampiran-lampiran itu. Kondisi ini yang membuat nelayan tidak bisa membeli BBM subsidi. Padahal BBM merupakan komponen terbesar bagi nelayan untuk bisa melaut,” tutur Moeldoko.

Moeldoko juga menekankan pentingnya kementerian/lembaga melakukan percepatan Kartu Pelaku Usaha Bidang kelautan dan Perikanan (KUSUKA). Sebab, di dalam KUSUKA sudah terinput data-data nelayan yang bisa menjadi pedoman untuk penentuan dan pengalokasian BBM bersubsidi.

“Ini tidak hanya mengoptimalkan penyerapan kuota BBM bersubsidi, tapi penyalurannya juga akan tepat sasara. KUSUKA itu by name by address, NIK, dan ukuran kapalnya juga terdata di kartu,” tandas Moeldoko.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI