Human Rights Watch Kecam Kekerasan Militer Sri Lanka Terhadap Pengunjuk Rasa

Laporan: Tri Bowo Santoso
Senin, 25 Juli 2022 | 01:54 WIB
Aparat kepolisian Sri Lanka memukul seorang pengunjuk rasa. Foto: Istimewa
Aparat kepolisian Sri Lanka memukul seorang pengunjuk rasa. Foto: Istimewa

SinPo.id - Human Rights Watch (HRW) meminta presiden baru Sri Lanka segera memerintahkan pasukan keamanan untuk menghentikan semua tindakan kekerasan yang melanggar hukum terhadap pengunjuk rasa.

Sebelumnya, pasukan bersenjata dan polisi membersihkan kamp protes utama yang berada di dekat kediaman resmi presiden di ibu kota Sri Lanka, Kolombo, sehari setelah pelantikan presiden Ranil Wickremesinghe pada Jumat 22 Juli 2022.

Human Rights Watch mengutuk penggunaan kekerasan dengan mengatakan tindakan tersebut telah memalukan pemerintahan baru Sri Lanka.

"Ini memalukan bahwa pemerintah baru menggunakan taktik kekerasan seperti itu dalam beberapa jam setelah berkuasa. Para pengunjuk rasa memiliki hak untuk berdemonstrasi secara damai. Penggunaan kekuatan yang berlebihan, intimidasi dan penangkapan yang tidak sah tampaknya menjadi pola berulang tanpa henti di mana pihak berwenang Sri Lanka menanggapi perbedaan pendapat dan pertemuan damai,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Human Rights Watch, Kyle Ward, yang dilansir dari Aljazeera, Minggu 24 Juli 2022.

Pengunjuk rasa telah mengumumkan bahwa  mereka akan mengosongkan lokasi secara sukarela setelah melakukan aksi duduk diam selama lebih dari 100 hari.

Namun pasukan keamanan bergerak masuk dan mulai menyerang demonstran dengan tongkat dan memindahkan tenda yang berada di sepanjang jalan menuju Rumah Presiden.

Sebanyak 11 orang telah ditangkap pasukan keamanan, termasuk pengunjuk rasa dan pengacara. Dua wartawan dan dua pengacara juga tak luput dari tentara Sri Lanka dalam aksi kekerasan tersebut.

"Insiden itu mengirim pesan berbahaya kepada rakyat Sri Lanka bahwa pemerintah baru bermaksud untuk bertindak melalui kekerasan daripada aturan hukum. Langkah-langkah yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi masyarakat Sri Lanka menuntut pemerintah yang menghormati hak-hak dasar,” kata Direktur Human Rights Watch Asia Selatan, Meenakshi Ganguly dalam sebuah pernyataan pada Sabtu kemarin.

Protes bakal berlanjut

Meski Gotabaya Rajapaksa telah lengser sebagai Presiden Sri Lanka dan digantikan Ranil Wickremesinghe, hal itu ternyata tak membuat rakyat puas. 

Jurnalis Aljazeera, Minelle Fernandez melaporkan para pengunjuk rasa telah berjanji tidak akan mundur sampai Wickremesinghe mengundurkan diri dari posisinya saat ini sebagai Presiden Sri Lanka.

"Masalah mereka dengan pemimpin baru adalah bahwa dia tidak memiliki legitimasi, dia tidak memiliki kredibilitas, mengingat bahwa ketika orang-orang berbicara dalam pemilihan umum terakhir mereka memilih dia keluar dari parlemen," katanya.

Sri Lanka mengalami kekurangan pasokan bahan bakar, yang menyebabkan sebagian besar transportasi umum di negara itu berhenti beroperasi. Sementara pengendara kendaraan pribadi terlihat mengantre di SPBU, bahkan terkadang hingga berhari-hari.

Kini, Presiden Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, harus mampu membuktikan ke publik bahwa ia mampu menemukan solusi untuk menurunkan defisit anggaran dan mengurangi utang luar negeri besar-besaran Sri Lanka yang berjumlah sekitar 51 miliar dolar AS. Bila tidak, kemungkinan nasibnya akan sama dengan Gotabaya Rajapaksa. Selamat menjalankan tugas.  
 

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI