KPK Telusuri Aset Milik Walikota Ambon Nonaktif Richard Louhenapessy di Jakarta
SinPo.id - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri berbagai aset milik Walikota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy (RL) yang berada di beberapa daerah diantaranya di Jakarta.
Penelusuran dilakukan melalui pemeriksaan beberapa saksi untuk mendalami kasus suap izin prinsip pembangunan Gerai Alfamidi tahun 2020 di Pemerintahan Kota Ambon.
"Di konfirmasi juga terkait adanya dugaan kepemilikan berbagai aset dari Tersangka RL di beberapa daerah diantaranya di Jakarta," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Ali menjelaskan, pemeriksaan saksi dilakukan di dua tempat berbeda. Pada pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik memeriksa tiga saksi yaitu Sekretaris Dinas PUPR Kota Ambon Ivony A.W Latuputty, Suminsen selaku wiraswasta dan Rakhmiaty selaku Ibu rumah tangga.
Sementara pada pemeriksaan saksi yang dilakukan di kantor Mako Brimobda Maluku, tim penyidik memanggil mantan Kepala Dinas PUPR Kota Ambon Enrico Rudolf dan Anthony Gustav Latuhaeru mantan Sekretaris Kota Ambon.
"Didalami lebih lanjut antara lain terkait dengan proses pengajuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dan dugaan adanya pemberian uang untuk setiap tahapan permohonannya," ungkap Ali.
Sebelumnya Walikota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Ia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Lembaga antirasuah juga kembali menetapkan Richard Louhenapessy sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tim Penyidik KPK menduga pencucian uang dilakukan selama Richard masih aktif menjabat sebagai Walikota Ambon.
Dalam perkara suap, KPK menetapkan dua pihak lain, yaitu Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Saat ini Amri masih belum ditahan dan dinyatakan buron.
Dalam konstruksi perkara, Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Selain itu, Amri juga memberi Richard uang sebesar Rp500 juta untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.

