RUU KIA Resmi Diusulkan, Pakar: Tak Hanya Cuti tapi Juga Beri Tunjangan

Laporan: Glen
Rabu, 06 Juli 2022 | 03:39 WIB
Ilustrasi ibu hamil (Ist)
Ilustrasi ibu hamil (Ist)

SinPo.id - Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Abdul Halim merespon positif Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) inisiatif DPR RI. 

Dia mendorong agar wakil rakyat itu menuangkan norma dalam RUU KIA agar tidak setengah hati.

Dia mengusulkan sejumlah gagasan agar keberadaan RUU KIA ini tidak setengah hati. 

Menurut dia, keberadaan RUU KIA menjadi momentum keberpihakan negara untuk memberikan hak-hak ibu dan anak dalam memberi kesejahteraan. 

“Kami mendorong jangan setengah hati dalam merumuskan norma untuk kepentingan kesehataraan ibu dan anak,” tegas Ketua Badan Koordinasi Fakultas Hukum PTN Wilayah Barat ini,  dalam keterangannya, pada Senin (4/7/2022). 

Persoalan cuti melahirkan, Halim mengusulkan agar dilakukan cuti secara berjenjang dengan kualifikasi seperti saat melahirkan anak pertama diberikan fasilitas cuti maksimal selama 6 (enam) bulan dengan memperoleh fasilitas tunjangan melahirkan serta asupan gizi baik untuk ibu maupun anak.  

“Sedangkan anak kedua dengan fasilitas cuti tiga bulan dengan fasilitas tunjangan melahirkan dan tambahan gizi dan susu untuk ibu dan anak, sedangkan anak ketiga cuti tiga bulan dengan tanpa  tunjangan cuti dan tetap mendapatkan uang gizi dan susu bagi ibu dan anak,” urainya.

Menurut dia, sejumlah model norma yang berlaku di sejumlah negara dapat menjadi bahan kajian dalam penyusunan RUU KIA. 

Dia menjelaskan soal peran negara memberikan kesejahteraan terhadap rakyat termasuk hak-hak ibu dan anak.

Dia mengungkapkan, setidaknya ada tiga kelompok negara yang memberikan cuti melahirkan kepada kaum perempuan. 

Kelompok pertama yang memberikan cuti minimal atau lebih enam bulan. Kelompok kedua, negara yang mengatur maksimal cuti tiga bulan. Kelompok ketiga, cuti di bawah dua bulan antara 52 sampai 42 hari.

“Kelompok pertama seperti Croasia, 406 hari, disusul Albania, Australia, UK, Bosnia Herzegovina, Serbia, montenegro masing-masing 365 hari, Norwegia 322 hari, Bulgaria 227 hari dan Republik Crezh 196 hari dan masing-masingnya tetap mendapat gaji selama cuit melahirkan,” kata dia.

Sejauh ini, dia mengapresiasi langkah DPR mengusulkan RUU KIA. 

Menurut dia, RUU KIA merupakan implementasi dari amanat UUD 1945. 

“Kami mengapresiasi atas langkah progresif DPR dengan keberadaan RUU KIA ini. RUU KIA merupakan perwujudan implementasi UUD 1945 khususnya di Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1),” ujarnya.

Dia menyebytkan dalam Pasal 28B ayat (1) secara tegas konstitusi memberi perhatian secara khusus tentang hak anak dalam memperoleh kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak mendapat pelrindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

“Sedangkan di Pasal 28H ayat (1)  dikaitkan dengan kesejahteraan secara umum termasuk ibu dan anak di dalamnya,” tambah Doktor hukum keluarga ini. 

Dia berharap  keberadaan RUU KIA ini dapat memberi aspek pengawasan lebih konkret saat pemberlakuannya kelak. 

Dia mencontohkan keberadaan Pasal 32 PP No 33 Tahun 2012 tentang Air Susu Ibu Eksklutif yang menyebutkan kewajiban tempat bekerja menyiapkan ruang laktasi bagi ibu untuk menyusui buah hatinya. 

“Nyatanya pemenuhan hak ASI eksklusif di kalangan ibu bekerja masih jauh panggang dari api. Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial kurang mendukung para ibu bekerja untuk memberikan ASI sehingga memberi dampak negatif bagi ibu bekerja itu sendiri maupun anaknya,” sebut Halim. 

Dia menyebutkan ruang publik belum ramah bagi ibu menyusui. Akibatnya tak sedikit ibu menyusui memompa ASI di tempat yang tak layak.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI