Bahaya Timbel Mengintai Anak, Merusak Sistem Syaraf Organ Tubuh Hingga Kematian

Laporan: Sinpo
Jumat, 24 Juni 2022 | 01:00 WIB
Ilustrasi anak-anak sedang bermain (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi anak-anak sedang bermain (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Pencemaran timbel menlalui  unsur kimia untuk campuran bensin, bahan dasar baterai, dan bahan pewarna menyebabkan dampak keracunan bagi anak-anak sehingga bisa merusak sistem syaraf, organ tubuh hingga kematian.

Hal itu dibuktikan  laporan United Nations Children's Fund (UNICEF) tahun 2020 menunjukkan sepertiga anak di dunia atau 800 juta anak di dunia mengalami keracunan karena timbel. Artinya satu dari 3 anak memiliki kadar timbel dalam darah sebesar 5 mikrogram per desiliter.  WHO telah menyatakan tidak ada kadar timbal dalam darah yang aman bagi anak.

“Anak-anak di bawah usia 5 tahun berada pada risiko terbesar menderita kerugian seumur hidup,” kata Spesialis Lingkungan dan Aksi Iklim UNICEF Indonesia, Aryanie Amellina dalam Webinar berjudul Bahaya Timbel Mengintai Anak yang digelar AJI Indonesia bekerja sama dengan UNICEF, Selasa, (21/6) lalu.

Menurut Aryanie sumber utama pencemaran timbel berasal dari polusi udara, air, tanah, daur ulang aki bekas, dan penggunaan cat dekoratif bertimbel. Nexus3 dan International Pollutants Elimination Network melaporkan 88 dari 120 sampel cat untuk rumah tangga dan industri yang diambil pada 2020 dan 2021 merupakan cat bertimbel yang mengandung konsentrasi timbel di atas 90 ppm, padahal teknologi pengganti timbel dalam cat sudah ada dan sudah digunakan dalam cat dekoratif lainnya.

Ia menjelaskan cat dekoratif ini banyak digunakan di sekolah maupun taman bermain anak. Timbel dalam bentuk serpihan cat yang ukurannya renik ini bisa masuk ke dalam tubuh anak-anak yang suka bermain dan memasukkan tangan ke mulut.

Paparan timbel yang membawa dampak serius ini membuat UNICEF memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah untuk memantau timbel dalam tanah, air, dan udara. “Selain itu, pemerintah juga perlu memantau timbel dalam darah anak-anak dan memperkuat kapasitas sektor kesehatan dalam manajemen klinis,” kata Aryanie menambahkan.

Ia merekomndasikan agar pemerintah juga harus memastikan pendaur ulang aki bekas mematuhi kaidah lingkungan, memulihkan lokasi yang terkontaminasi timbel, dan menerapkan batasan emisi untuk daur ulang aki bekas. Serta menerapkan batas wajib kandungan timbel dalam cat.

Ancaman peleburan aki di Pulau Jawa dan Sumatera

Ancaman timbel bagi anak itu juga dibenarkan oleh Yayasan Pure Earth Indonesia, Budi Susilorini, yang fokus pada pengurangan dampak pencemaran beracun terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.  

Susilorini, menjelaskan Pure Earth memberikan dukungan pada kajian lahan tercemar timbel di Pulau Jawa dan Sumatera yang dilakukan oleh Institut Teknologi Sepuluh November atau ITS pada November 2021 hingga Februari 2022.

Kajian itu mengidentifikasi 95 lahan tercemar timbel yang tersebar di 11 provinsi. Sumber pencemarannya adalah bisnis sektor formal dan informal. “Aki bekas berasal dari kegiatan industri dan rumah tangga yang dikumpulkan dan diangkut oleh pelaku usaha berizin daan tidak berizin untuk didaur ulang,” kata Susilorini.

Kajian itu juga menemukan rantai pasokan daur ulang aki bekas dari Sumatera ke Jawa. “Bisnis peleburan aki sangat menggiurkan, namun juga berisiko mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu perlu dikelola dengan baik,” kata Budi.

Pure Earth Indonesia telah melaporkan hasil kajian itu kepada KLHK yang mengharapkan agar pemerintah pusat memberikan aturan yang jelas dan panduan kepada setiap pemerintah daerah dan pengelola kegiatan yang menghasilkan limbah aki bekas, seperti pembangkit listrik tenaga surya, agar mengelola aki bekas sesuai standar lingkungan.

“Selain itu, pemerintah juga perlu menghentikan paparan debu timbel dari lahan tercemar yang berdampak terhadap Kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi,” kata Susilorini menegaskan.

Dokter Spesialis Anak dan Anggota UKK Neurologi IDAI, Setyo Handryastuti menjelaskan daya rusak racun timbel terhadap anak-anak. Ibu hamil, ibu yang sedang menyusui, bayi sampai anak berusia lima tahun paling rentan terpapar racun timbel.

Menurut Handry, kerusakan syaraf bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung menganggu perkembangan otak sejak masa kehamilan. Dalam fase ini, bayi yang lahir dapat mengalami keterlambatan perkembangan pada semua domain perkembangan. Dampak selanjutnya dapat mengganggu proses belajar anak, kognitif, dan memori otak.

“Perkembangan otak manusia dimulai sejak usia kehamilan tiga hingga empat minggu, berlangsung pesat sampai usia dua hingga lima tahun. Intervensi atau penanganan sulit dilakukan bila keracunan timbel itu menimpa ibu hamil,” kata Handry .

Menurut Handry, Balita paling bersiko karena mereka belum tahu bahaya racun itu. Hal itu bisa terjadi  ketika bermain tidak tahu mana yang kotor dan tidak. “Tidak tahu mainan mengandung zat berbahaya,” kata Handry menjelaskan.

Kerusakan organ tubuh secara tidak langsung karena paparan timbel mengakibatkan hipertensi, gangguan fungsi ginjal, dan kelahiran bayi secara prematur. Dalam kasus yang akut dan berat, anak bisa mengalami hilang kesadaran karena terpapar racun timbel dalam dosis tinggi.

“Bisa sebabkan halusinasi, gangguan kesehatan mental. Anak-anak tidak sadarkan diri atau koma dan bisa menyebabkan kematian,” kata anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia ini.

Sedangkan Efek jangka panjang dari keracunan pada timbel menyebabkan gangguan kemampuan berbahasa, kecepatan gerak, perilaku anti-sosial, dan agresif. Pada paparan kronik, timbel belum ada bukti ilmiah yang menyebutkan terapi apa yang paling efektif untuk mengatasi keracunan timbel pada anak, sehingga dampak yang ditimbulkan bisa menetap.

Menurut dia, meskipun ada informasi dari riset internasional, selama ini di Indonesia belum ada riset yang menyimpulkan ambang batas timbel dalam darah yang bisa menimbulkan kerusakan saraf.

Namun Handry menyarankan orang tua harus meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya racun timbel, pastikan lingkungan yang aman, mainan yang aman dari timbel serta anak-anak harus rajin mencuci tangan, untuk meminimalkan kontaminasi timbel yang berasal dari debu, kotoran, dan mainan.

Selain itu, perlu aturan yang ketat ihwal penggunaan timbel untuk mengurangi dampak kesehatan pada anak. Dia mencontohkan Amerika Serikat punya aturan yang ketat sehingga dampak kesehatan dari penggunaan timbel bisa ditekan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI