KPK Beberkan Peran Tersangka Dugaan Korupsi Helikopter AW-101

Laporan: Azhar Ferdian
Selasa, 24 Mei 2022 | 20:43 WIB
Irfan Kurnia Saleh (IKS) tersangka Dugaan Korupsi Helikopter AW-101/Khaerul Anam (SinPo.id)
Irfan Kurnia Saleh (IKS) tersangka Dugaan Korupsi Helikopter AW-101/Khaerul Anam (SinPo.id)

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan paksa kepada tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias Jhon Irfan Kenway (JIK) dalam perkara tindak pidana korupsi terkait pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016-2017. 

Tersangka IKS alias JIK merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan Pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG) selaku pemenang proyek pengadaan helikopter AW-101.

"Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan IKS selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 24 Mei 2022 s/d 12 Juni 2022 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5).

Firli menjelaskan, dalam konstruksi perkara diduga kasus tersebut terjadi pada sekitar Mei 2015. Tersangka IKS selaku Direktur PT DJM dan Pengendali PT KCG bersama Lorenzo Pariani (LP) sebagai salah satu pegawai perusahaan AgustaWestland (AW) menemui Mohammad Syafei (MS).

MS saat itu masih menjabat selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur. Ketiganya melakukan pertemuan untuk membahas pengadaan helikopter AW 101 VIP / VVIP TNI AU. 

"Tersangka IKS yang juga menjadi salah satu agen AW diduga selanjutnya memberikan proposal harga pada MS dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai US$56, 4 juta dimana harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai US$39,3 juta (ekuivalen dengan Rp514,5 Miliar)," ujar Firli.

Selanjutnya, sekitar November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP / VVIP TNI AU, mengundang IKS untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.

Namun hal ini tertunda karena adanya arahan Pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung. Kemudian ditahun 2016, pengadaan helikopter AW 101 VIP / VVIP TNI AU kembali dilanjut dengan nilai kontrak Rp738, 9 Miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti oleh dua perusahaan. 

"Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) kontrak pekerjaan," ujar nya.

Akan tetapi harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran ditahun 2015 senilai US$56, 4 juta dan disetujui oleh PPK. IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan FA (Fachri Adamy, tidak dibacakan) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 

Untuk persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua  perusahaan, IKS diduga menyiapkan dan mengkondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang ini dan disetujui oleh PPK.

Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100 persen dimana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak diantaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda. 

"Perbuatan Tersangka IKS dimaksud diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia," pungkas Firli.

Akibat perbuatan IKS, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp224 Miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 Miliar.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI