Hasil Survei, Mayoritas Responden Tolak Masa Jabatan Presiden 3 Periode

Laporan: Azhar Ferdian
Senin, 25 April 2022 | 02:49 WIB
Unjuk rasa tolak masa jabatan Presiden 3 periode/Net
Unjuk rasa tolak masa jabatan Presiden 3 periode/Net

SinPo.id - Hasil survei lembaga Populi Center menyatakan ide penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode serta penundaan Pemilu 2024 ditolak oleh mayoritas responden.

Peneliti Populi Center, Rafif Pamenang Imawan menjelaskan sebesar 64,4 persen responden tidak setuju dengan usulan perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.

"Sebesar 27,6 persen menjawab setuju atas usulan tersebut dan delapan persen responden menolak menjawab pertanyaan ini," kata Rafif dalam konferensi persnya, Minggu (24/4).

Senada, Rafif mengatakan isu penundaan pemilu 2024 mayoritas responden menyatakan tidak setuju sebesar 74,3 persen. Hanya 15,6 persen yang menjawab setuju atas usulan tersebut. Adapun sebesar 10,1 persen masyarakat menolak menjawab.

"Publik tetap menginginkan pemilu dilaksanakan berkala seperti sebelum-sebelumnya," kata Rafif.

Survei Populi Center ini digelar pada tanggal 21-29 Maret 2022 dengan 1.200 responden tersebar secara proporsional di 34 Provinsi di Indonesia.

Metode pengambilan data dalam survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap responden dan menggunakan metode acak bertingkat dengan margin of error (MoE) ± 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dilakukan dengan menggunakan pendanaan internal.

Tak hanya Populi Center, lembaga survei SMRC pada Maret 2022 lalu turut memberikan hasil serupa. Responden yang mendukung masa jabatan presiden dibatasi dua periode sebesar 73 persen. Sementara 15 persen menyatakan harus diubah, dan 11 persen tidak tahu atau tidak jawab.

Isu perubahan periodisasi jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 menjadi sorotan publik setelah beberapa ketum Parpol mendukungnya. Mereka yang mendukung di antaranya Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan hingga Ketum Golkar Airlangga Hartarto.

Meski demikian, mayoritas parpol yang berada di parlemen sudah menolak usulan tersebut. Bahkan, gelombang penolakan atas usulan itu terjadi di tengah masyarakat belakangan ini.

Di sisi lain, Rafif membeberkan hasil survei menunjukkan 47,2 persen responden tak setuju bila ambang batas pencalonan Presiden dihapuskan.

"Yang setuju dihapus 25,3 persen, tak memahami pertanyaan 21,6 persen dan tak menjawab 5,9 persen," kata Rafif.

Dalam UU Pemilu saat ini diatur bahwa ambang batas calon presiden sebesar 20 persen. Belakangan ini banyak pihak yang menggugat aturan soal ambang batas presiden tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam catatan Kode Inisiatif sepanjang 2017-2020 terdapat 14 gugatan atas Pasal 222 yang mengatur ambang batas capres ke MK. Namun, tak ada satupun gugatan yang dikabulkan.

"Ini menegaskan bahwa publik tetap menginginkan dibatasinya jumlah calon presiden yang dapat maju dalam kontestasi pemilu mendatang," kata Rafif.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI