Jokowi Amputasi Liar Penundaan Pemilu 2024! PKB, PAN dan Golkar Langsung ?Loyo?

Laporan: Wawan
Minggu, 17 April 2022 | 20:54 WIB
Ilustrasi Presiden Jokowi dengan latar tiga ketum Parpol/Disway
Ilustrasi Presiden Jokowi dengan latar tiga ketum Parpol/Disway

SinPo.id -  Larangan menteri bicara penundaan Pemilu atau jabatan 3 periode yang disampaikan Presiden Joko Widodo yang  telah mengamputasi spekulasi liar soal penundaan Pemilu. 

Kalau sesuai jadwal, tanggal 14 Februari 2024 merupakan momen bersejarah, di mana Indonesia memiliki presiden baru lengkap dengan parlemennya.

Pemilu Serentak 2024 menutup skenario yang digagas PKB, PAN dan Partai Golkar hingga memantik 'kemarahan' publik.    

"Case closed. Meski 3 partai pengusung tak minta maaf langsung ke rakyat, namun secara perlahan mereka mulai melunak dan terkesan tak lagi agresif,” kata pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitno, dikutip dari laman disway.id, Minggu (17/4).  

Sebagai alibinya, Partai Amanat Nasional (PAN) misalnya, memilih fokus ke persiapan Pemilu 2024 ketimbang isu penundaan setelah muncul penegasan Jokowi. 

Terlebih Presiden Jokowi telah meminta informasi jadwal Pemilu Serentak 2024 disampaikan secara luas ke publik. 

Hal ini juga menutup narasi penundaan pemilu yang awalnya digaungkan Partai Kebangkitan Bangsa. 

"Pun dengan Partai Golkar yangterlihat sami’na wa atokna ke sikap Jokowi. Hanya PKB yang terus terlihat aktif bicara soal penundaan dengan bebagai argumen yang dibuat,” tandas Adi Prayitno.

Menurut Adi Prayitno, ada logika yang berbeda secara diamteral. Bagi elit politik, usulan penundaan Pemilu 2024 bukan pelanggaran etik. 

"Itu sah dalam demokrasi. Tapi bagi publik usulan penundaan Pemilu haram hukumnya karena menyangkut esensi demokrasi,” jelas Adi.

"Periode 5 tahunan gelaran Pemilu merupakan hasil perjuangan, susah-payah kelompok pejuang reformasi," sambung Adi. 

Wajar kalau 3 parpol itu tak minta maaf termasuk sejumlah menteri yang terlihat dukung penundaan Pemilu.

"Bagi mereka usulan itu bukan dosa, tapi bagian ekspresi demokrasi. Dalam konteks itu, publik hanya bisa mengutuk dalam diam,” demikian Adi Prayitno.sinpo

Komentar: