Kejagung Naikan Status Perkara Dugaan Gratifikasi Izin Ekspor Minyak Goreng Ke Tahap Penyidikan

SinPo.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menaikkan status penanganan perkara menjadi tahap penyidikan pada dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.
Keputusan tersebut berdasarkan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Kuhusu Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 04 April 2022.
"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus resmi menaikkan status penanganan Perkara menjadi tahap penyidikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kepuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, dalam ketetangannya, di Jakarta, Selasa (5/4).
Ketut menjelaskan, sebelumnya pihak Kejagung telah melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022.
Selama penyelidikan berlangsung telah didapatkan keterangan dari 14 (empat belas) orang saksi dan dokumen/surat terkait Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng tahun 2021-2022.
Dari hasil kegiatan penyelidikan tersebut, Kejagung menemukan perbuatan melawan hukum, yaitu dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Antara lain yaitu PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI, PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI.
Menurut Ketut, kesalahannya adalah tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) dan harga penjualan didalam negeri (DPO) sehingga melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya, yaitu di atas Rp 10.300.
"Disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan Persetujuan Ekspor (PE)," ungkapnya.
Akibat diterbitkannya Persetujuan Ekspor (PE) yang bertentangan dengan hukum tersebut, dalam kurun waktu 1 Februari sampai dengan 20 Maret 2022 mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng.
"Sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng," pungkasnya.