Kejagung Periksa 4 Eks Dirut Krakatau Steel Terkait Dugaan Korupsi Proyek Pabrik Blast Furnace

Laporan: Khaerul Anam
Selasa, 05 April 2022 | 05:39 WIB
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana/net
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana/net

SinPo.id -  Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap empat orang mantan Direktur Utama (Dirut) PT Krakatau Engineering terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.

"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung memeriksa 4 (empat) orang saksi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya, di terima di Jakarta, Selasa (5/4).

Ketut menjelaskan, keempat saksi diantaranya yaitu IP selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering Tahun 2011, BP selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering Tahun 2013, WK selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering Tahun 2016, dan LAD selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering Tahun 2018.

Pemeriksaan keempat saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.

Dalam perkara ini, Kejagung telah menaikan statusnya menjadi penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dari Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-14/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 16 Maret 2022.

Kasus tersebut berawal pada 2011 sampai dengan 2019, PT Krakatau Steel membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) bahan bakar batubara untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah, karena dengan menggunakan bahan bakar Gas biaya produksi lebih mahal.

Kemudian pada tanggal 31 Maret 2011, dilakukan lelang pengadaan pembangunan Pabrik BFC yang dimenangkan oleh Konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering. Sumber pendanaan pembangunan Pabrik BFC awalnya dibiayai Bank Eksport Credit Agency (ECA) dari China.

Namun dalam pelaksanaannya, ECA tidak menyetujui pembiayaan proyek dimaksud karena Ebitda atau kinerja keuangan perusahaan PT Krakatau Steel tidak memenuhi syarat. Pihak PT Krakatau Steel kemudian mengajukan pinjaman ke sindikasi Bank BRI, Mandiri, BNI, OCBC, ICBC, CIMB, dan LPEI.

Nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp6.921.409.421.190 dan pembayaran yang telah dilaksanakan adalah sebesar Rp5.351.089.465.278 dengan rincian, porsi luar negeri Rp3.534.011.770.896 dan porsi lokal Rp1.817.072.694.382.

Pekerjaan tersebut dihentikan pada tanggal 19 Desember 2019 dikarenakan pekerjaan belum 100 persen dan setelah dilakukan uji coba bahwa operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.

Kemudian, Pekerjaan tersebut belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi alias mangkrak.

Kemudian PT Krakatau Steel melakukan pembangunan pabrik Blast Furnace dengan tujuan untuk peningkatan produksi baja nasional, proyek tersebut dimulai pada tahun 2011 sampai tahun 2015 dan dilakukan beberapa kali addendum sampai dengan tahun 2019.

Adapun dilakukan pemberhentian di tahun 2019 karena biaya produksi lebih tinggi dari harga slab di pasar dan berdasarkan hal tersebut, terindikasi adanya tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI