Vonis Mati Herry Wirawan Tak Mengubah Kedaruratan Seksual

Laporan: Bayu Primanda
Senin, 04 April 2022 | 21:07 WIB
Herry Wirawan/net
Herry Wirawan/net

SinPo.id -  Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid menanggapi putusan pidana mati terhadap pelaku pemerkosaan 13 santriwati di Ponpes Manarul Huda, Herry Wirawan.

Usman menegaskan, perbuatan asusila yang dilakukan Herry Wirawan memang tidak bisa ditoleransi. 

Namun, menjatuhkan hukuman mati atau kebiri kepada siapapun merupakan hal yang tidak manusiawi. Serta merendahkan martabat manusia.

"Tidak ada satu pun dari kita yang mentoleransi perbuatan Herry. Namun, menjatuhkan hukuman kepadanya atau kepada siapapun dengan bentuk hukuman mati atau kebiri jelas merupakan bentuk penghukuman yang tidak manusiawi, kejam dan merendahkan martabat manusia," kata Usman saat dikonfirmasi, Senin (4/4).

"Kedua bentuk hukuman sama sekali tidak berperikemanusiaan yang adil dan beradab," sambung dia.

Dijelaskan Usman, kasus yang dilakukan Herry Wirawan dan lainnya yang juga melakukan asusila semakin menunjukan kedaruratan kejahatan seksual di Indonesia.

Karena itu, perlu mendorong perubahan besar-besaran, salah satunya dengan pengesahan RUU Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk membantu mengatasi masalah kekerasan seksual secara menyeluruh. 

"Pengesahan RUU TPKS juga dapat membantu pemenuhan hak korban untuk mendapatkan hak-haknya seperti hak atas penanganan, hak atas perlindungan dan hak atas pemulihan yang sangat penting untuk memberikan keadilan pada korban," tegas Usman.

Meski Herry Wirawan divonis mati, lanjut Usman, hal ini tidak akan mengubah dampak kejahatan seksual. Dia menegaskan, perlunya perlindungan masyarakat dari kekerasan seksual, dengan menghukum pelaku secara adil dan dengan segera mengesahkan RUU TPKS.

"Menghukum satu orang saja tidak akan mengubah situasi kedaruratan kekerasan seksual," ujar Usman.