KPK Cecar Tiga Anak Walikota Bekasi Nonaktif Soal Pengelolaan Aset
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar ketiga anak Walikota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE) terkait pengelolaan aset-aset pada kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
Pemeriksaan dilakukan di Jakarta, ketiganya yaitu Ramdhan Aditya selaku Direktur Utama Arhamdhan Ireynaldi Rizky, Irene Pusbandari selaku Direktur PT AIR, dan Reynaldi Aditama selaku Komisaris PT AIR.
"Ketiga saksi hadir dan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MY (Mulyadi alias Bayong). Tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait pengelolaan aset-aset dari tersangka RE," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (28/3).
Selain itu, lanjut Ali, tiga saksi lainnya yang diperiksa untuk tersangka Rahmat Effendi, yakni Camat Cisarua Deni Humaedi Alkasembawa, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Bekasi Aan Suhanda, dan pegawai negeri sipil (PNS) Engkos.
KPK mendalami pengetahuan ketiganya terkait aliran sejumlah uang yang diterima Rahmat Effendi dari para camat di Kota Bekasi, serta dugaan adanya pembelian aset dari penerimaan uang-uang tersebut.
Dalam perkara ini, Lembaga antirasuah telah menetapkan Walikota Bekasi Rahmat Effendi atau Bang Pepen sebagai tersangka pada Kamis,(6/1).
Delapan tersangka lain yakni Camat Rawa Lumbu Makhfud Saifudin, Direktur PT MAM Energindo Ali Amril, Lai Bui Min alias Anen, Direktur PT Kota Bintang Rayatri Suryadi, Mereka sebagai pihak pemberi.
Kemudian Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Bunyamin, Lurah Kati Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi. Mereka sebagai pihak penerima bersama Rahmat Effendi.
Penetapan tersebut, berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim satuan tugas (Satgas) KPK pada Rabu, (5/1) di Bekasi dan DKI Jakarta. Uang yang diamankan di antaranya uang tunai sebesar Rp 3 miliar dan Rp 2 miliar dalam bentuk tabungan.
Sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, RE dkk sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

