Firli Bahuri Dilaporkan Ke Dewas Terkait Hymne Dan Mars KPK Ciptaan Sang Istri

Laporan: Khaerul Anam
Rabu, 09 Maret 2022 | 14:48 WIB
Ketua KPK, Firli Bahuri/net
Ketua KPK, Firli Bahuri/net

SinPo.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK terkait dugaan nuansa konflik kepentingan dalam penciptaan Hymne KPK.

Laporan tersebut dibuat oleh Korneles Materay selaku perwakilan Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) tahun 2020. Ia menilai penciptaan Hymne KPK oleh Ardina Safitri yang merupakan istri dari Firli kental dengan nuansa kepentingan.

"Hubungan suami istri ini kami pandang kental dengan nuansa konflik kepentingan. Tak hanya itu, proses penerimaan hymne KPK sebagai hibah juga berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Korneles Materay di Gedung Dewas KPK dan Pusat Edukasi Antikorupsi, di Jakarta Selatan, Rabu (9/3).

Korneles menjelaskan terdapat dua permasalahan penting dalam penunjukan dan pemberian penghargaan kepada Ardina sebagai pencipta lagu mars dan himne KPK.

Pertama, peristiwa itu menggambarkan adanya benturan konflik kepentingan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di KPK.

Menurutnya, dua regulasi itu pada dasarnya menjelaskan bahwa konflik kepentingan terjadi saat keputusan yang diambil oleh seorang pejabat publik berkaitan erat dengan kepentingan pribadi atau kelompok.

"Hal ini berpengaruh pada netralitas keputusan tersebut. Penjelasan ini membuat pelanggaran yang dilakukan Firli makin terang sebab pihak yang ditunjuk dan diberikan penghargaan merupakan istrinya sendiri," ungkapnya.

Kedua, Korneles menduga ketua KPK Firli tidak mendeklarasikan adanya dugaan konflik kepentingan dalam penciptaan Hymne KPK kepada pimpinan lainnya maupun Dewas KPK.

Peristiwa ini, lanjut Korneles, menggambarkan tidakadanya mekanisme check and balance di internal KPK. Padahal, deklarasi tersebut diatur dalam Perkom 5/19 yang isinya mewajibkan setiap Insan KPK untuk memberitahukan kepada atasannya.

“Kami juga mengkhawatirkan adanya dominasi peran Firli dalam pengambilan kebijakan lembaga, yang membuat seolah menghapus prinsip kolektif kolegial dari sisi kepemimpinan di KPK," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI