JJ Rizal Tanggapi Polemik SU 1 Maret: Tak Perlu Debat, Peran Soeharto Memang Dilebih-lebihkan
SinPo.id - Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Soeharto menjadi perdebatan baru-baru ini.
Politisi Fadli Zon, menantang Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk adu debat soal Keppres Nomor 2 Tahun 2022 itu, yang salah satu isinya membahas soal Serangan Umum 1 Maret 1949.
Pemerhati sejarah JJ Rizal mengganggap perdebatan itu tidak diperlukan kalu keduanya tidak bertujuan untuk menyumbang pemikiran.
"Buat apa debat jika keduanya bukan menyumbang pemikiran," kata Rizal saat dihubungi SinPo.id, di Jakarta, Sabtu (5/3).
JJ Rizal menganggap peran Presiden ke-2 Indonesia dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 itu memang dilebih-lebihkan. Menurutnya, andil besar justru dipegang oleh Sri Sultan HB IX, Panglima Besar Jendral Soedirman dengan dibantu Soekarno-Hatta.
"Peran Soeharto memang dilebih-lebihkan dalam peritiwa 1 Maret 1949. Peran besar dimainkan Sri Sultan HB IX, Panglima Sudirman dengan Sukarno-Hatta," ungkapnya.
JJ Rizal menganggap jika dibaca dalam konteks kedaulatan, menjadikan tanggal 1 Maret sebagai Hari Peringatan Penegakan Kedaulatan juga dirasa kurang tepat.
Karena melupakan peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin Syafruddin Prawiranegara.
"Tetapi, menjadikan tanggal itu sebagai Hari Peringatan Penegakkan Kedaulatan juga kurang tepat karena melupakan peristiwa penting yang adalah satu kesatuan dengan Serangan Umum 1 Maret jika dibaca dalam konteks penegakkan kedaulatan," ungkap JJ Rizal.
"Yaitu PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) yang diketuai Syafruddin Prawiranegara," sambungnya.
JJ Rizal menambahkan, seharusnya PDRI menjadi satu kesatun dengan Serangan Umum 1 Maret 1949, karena Soekarno-Hatta sudah memprediksi kalau keduanya akan ditangkap.
Supaya kedaulatan Indonesia tetap ada, lanjut JJ Rizal, dan pemerintahan harus tetap berjalan, maka dibentuklah PDRI dengan Syaffrudin Prawiranegara sebagai penanggung jawab.
"Harusnya PDRI ini disebut senapas dengan Serangan Umum 1 Maret karena Sukarno-Hatta sudah memprediksi mereka ditangkap dan agar kedaulatan tidak lenyap, maka pemerintahan harus terus berjalan, ini tanggungjawab Syaffrudin," paparnya.
"TNI melengkapi dengan melakukan serangan. RI masih bernapas" tutupnya.

