Elektoral Capres Ikut Ditentukan Pemilih Kritis, Survei SMRC: Ada 72 Persen Di Pemilu 2024
SinPo.id - Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan ada 72 persen pemilih kritis dalam pemilihan presiden 2024.
Temuan itu disampaikan Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, saat mempresentasikan hasil survei SMRC bertajuk “Kecenderungan Pilihan Presiden Pemilih Kritis Nasional” yang dirilis melalui kanal YouTube SMRC TV, di Jakarta, Senin (28/2).
Menurut Deni, untuk memenangkan pemilihan presiden seorang calon presiden harus unggul dari lawan-lawannya dalam menarik dukungan pemilih.
Sementara para pemilih memiliki latar belakang yang beragam dan setiap kelompok pemilih punya kecenderungan sikap dan perilaku masing-masing.
“Kelompok pemilih yang penting jadi perhatian adalah pemilih kritis, yang jumlahnya sekitar 72% dari total populasi pemilih nasional,” papar Deni.
Deni menjelaskan, pemilih yang memiliki telepon/cellphone merupakan indikasi kelompok pemilih kritis. Mereka cenderung punya kesempatan lebih besar untuk mendapat informasi sosial-politik dibanding yang tidak punya telepon/cellphone.
“Dan karena itu kritis dalam menilai berbagai persoalan,” jelasnya.
Jumlah pemilih kritis dengan indikasi pemilik telepon/cellphone sekitar 72% dari populasi pemilih nasional. Mereka umumnya berasal dari kelompok warga di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi, dan memiliki ketertarikan terhadap masalah politik.
Dijelaskan Deni, pemilih kritis tidak mudah goyah atau dipengaruhi, dan sebaliknya bisa mempengaruhi pemilih lain. Calon yang mendapat dukungan kuat dari pemilih kritis, memiliki keuntungan karena punya kesempatan yang besar untuk menaikkan dukungan, atau setidaknya punya kemampuan untuk menjaga dukungan yang telah diraih.
“Pengamatan yang sistematik atas kecenderungan perilaku pemilih kritis dapat memberikan informasi tentang potensi calon-calon presiden dalam pilpres mendatang,” demikian Deni.
Sementara itu, Pendiri SMCR Saiful Mujani mengatakan, pemilih kritis punya pengaruh yang lebih kuat di dalam kehidupan masyarakat. Mereka tidak gampang dipengaruhi, sebaliknya bisa mempengaruhi orang lain.
Oleh karena itu, katanya, mempelajari pemilih kritis menjadi sangat penting dalam konteks Pilpres maupun pemilihan umum lainya. Kata Saiful, siapa yang punya basis pemilih kritis yang besar, maka orang tersebut punya basis yang kuat secara elektoral kedepan.
“Karena apa? Karena dia punya basis sosial yang tidak mudah dipengaruhi, tapi sebaliknya justru akan mempengaruhi pemilih-pemilih yang lain. Pemilih kritis punya efek bola salju mempengaruhi suara elektoral di dalam kontestasi Pilpres 2024 nanti,” demikian Saiful.