Mantan Ketua MK: Menunda Pemilu Merampas Hak Rakyat

Laporan: Khaerul Anam
Sabtu, 26 Februari 2022 | 17:40 WIB
Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva/net
Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva/net

SinPo.id -  Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menanggapi wacana penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan sejumlah petinggi partai politik belakangan ini.

Menurutnya penundaan Pemilu merupakan perampasan hak kepada rakyat. Dari segi alasan, tidak ada alasan moral, etik, demokrasi dan dasar hukum yang jelas.

"Pasal 22E UUD 1945 Pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Kalau ditunda, harus mengubah ketentuan tersebut, berdasarkan mekanisme Pasal 37 UUD 1945," kata Hamdan Zoelva melalui twitter pribadinya, dikutip SinPo.id, di Jakarta, Sabtu (26/2).

"Bahkan dapat dikatakan merampas hak rakyat memilih pemimpinnya 5 tahun sekali," tambahnya.

Akan tetapi, Hamdan menjelaskan, kalau tetap dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, tidak ada yang dapat menghambat. Menurutnya, putusan MPR formal sah dan konstitusional. Soal legitimasi rakyat urusan lain.

Namun, masalah selanjutnya jika pemilu ditunda untuk 1-2 tahun, siapa yang jadi presiden dan seluruh anggota kabinet (Menteri), dan anggota DPR, DPD dan DPRD seluruh Indonesia, karena masa jabatan mereka semua berakhir pada September 2024.

"Masalah tidak berhenti di situ, siapa yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR (DPR-DPD)dan DPRD? Padahal semuanya harus berakhir pada 2024, karena mereka mendapat mandat terpilih pelalui pemilu," ungkapnya.

Untuk keperluan tersebut, lanjut Hamdan, ketentuan UUD mengenai anggota MPR pun harus diubah, yaitu anggota MPR tanpa melalui pemilu dan dapat diperpanjang.

"Lalu, siapa yang perpanjang, juga jadi persoalan. Jika dipaksakan dapat dilakukan oleh presiden atas usul KPU. Tetapi sekali lagi UUD terkait anggota MPR harus diubah dulu," ujarnya.

Maka, lanjut Hamdan, untuk memuluskan skenario penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, harus ada Sidang MPR mengubah UUD, Sidang Istimewa MPR memberhentikan presiden-wapres dan mengangakat presiden dan wapres sebelum masa jabatan mereka berakhir.

"Apa mungkin presiden diangkat kembali sebelum mereka berhenti secara bersamaan? Karena MPR hanya berwenang mengangkat presiden dan wapres jika presiden dan wapres secara bersamaan berhenti," paparnya.

Hamdan mengungkapkan, maka jalan keluarnya yaitu dengan memberhentikan dulu presiden dan wapres sebelum masa jabatannya berakhir.

Namun, merujuk ketentun UUD 1945 tidak ada dasarnya MPR begitu saja memberhentikan presiden dan wapres tanpa alasan. Kecuali mereka berhenti bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti atau diberhentikan karena melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945.

"Jadi persoalan begitu sangat rumit, maka jangan pikirkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan itu, karena hanya cari-cari masalah yang menguras energi bangsa yang tidak perlu. Jalankan yang normal saja, negara aman-aman saja" pungkasnya.

"Lagi pula, skenario penundaan pemilu merampas hak rakyat menentukan pemimpinnya setiap 5 tahun sekali," tutupnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI