Pengamat: Cabut Nobel Perdamaian Dunia Pada Aung San Suu Kyi
Jakarta, sinpo.id - Kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar memang sedang menjadi buah bibir, kali ini Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review (IPR) Ujang Komarudin. Menurutnya, kekejaman terhadap etnis Rohingya sudah keterlaluan. Myanmar terus menjadi sorotan dunia, korban Rohingya terus berjatuhan.
“Etnis Rohingya itu adalah umat Islam juga, jadi Indonesia sebagai negara yang penduduk Muslim paling besar di dunia harus terdepan membela hak-hak mereka,” paparnya.
400 orang lebih sudah menjadi korban keganasan militer Myanmar. Nasib mereka terus menderita tanpa jeda. Sekitar 20 ribu orang terlantar di perbatasan, aksi ini melebihi teror-teror yang sudah di eropa. Kejahatan yang masih terus berlangsung ini, belum ada gerak cepat dari pihak internasional. Dunia masih sibuk dengan perundingan untuk memberi hukuman terhadap myanmar.
“Harus ada pengusulan atas pencabutan nobel perdamaian dunia yang diterima Aung San Suu kyi yang saat ini menjabat sebagai penasehat negara Myanmar,” tutur Ujang.
Surat terbuka juga sudah diluncurkan oleh wakil ketua DPR, Fahri Hamzah, dengan harapan bapak Presiden bisa ikut merasa dan mengetahui serta menegaskan hal apa yang terjadi di Rohingya. Ketua MPR juga mengutuk keras atas perbuatan kelompok militer Myanmar. Ia mengatakan, genosida sebagai pembasmian kemanusiaan yang sangat biadab.
“Peran konkret yang bisa dilakukan oleh Jokowi Selaku Presiden Republik Indonesia adalah melakukan negosiasi dengan pemerintah Myanmar dan meminta mereka untuk menghentikan genosida pada Etnis Muslim Rohingya. Juga berbicara di forum internasional, dan Indonesia harus bersedia menerima pengungsi Rohingya,” tegasnya.
Disisi lain, timbul banyak hastag untuk mengekspresikan bagaimana kekejaman itu terjadi oleh warganet atas kekesalan mereka. Hastag #ShameOnYouSuuKyi bermunculan, sebagai aksi protes netizen.

