Fadli Zon: Ironi Krisis Minyak Goreng Bukti Buruknya Kinerja Pemerintah, Masyarakat Kian Tercekik
SinPo.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon kembali mengkritisi kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat ini. Menurut Fadli, kelangkaan minyak goreng dinilai akibat akumulasi amburadulnya tata kelola sawit di Indonesia.
Hal ini tentu sebuah ironi mengingat Indonesia merupakan penghasil minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.
"Sudah hampir empat bulan masyarakat mengalami kelangkaan minyak goreng. Sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, ini sebuah ironi," ujar Fadli Zon dikutip SinPo.id dari akun Twitter pribadinya, Rabu (23/2).
Fadli Zon mengatakan, persoalan minyak goreng yang tak kunjung selesai tidak hanya membuktikan lambatnya penanganan pemerintah.
“Tapi juga cermin ketidakpekaan terhadap kesulitan masyarakat yang telah tercekik di tengah krisis pandemi,” tandasnya.
Anggota Komisi I DPR itu mengatakan, pemerintah tentu memiliki segudang alasan. Mulai dari naiknya harga CPO di pasar global hingga meningkatnya lonjakan kebutuhan CPO. Namun menurutnya, semua itu problem klise yang sebenarnya sudah dapat diprediksi.
“Karena tak adanya langkah antisipatif yang tepat, kondisi semakin amburadul. Masyarakatlah yang harus menanggung kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, berdasarkan catatan Ombudsman, krisis minyak goreng yang terjadi saat ini di Indonesia tercermin dalam tiga fenomena.
"Yaitu penimbunan stok minyak goreng, pengalihan barang dari pasar modern ke pasar tradisional, dan munculnya panic buying di tengah masyarakat," tegasnya.
Lebih lanjut, Dia menilai, krisis minyak goreng di tengah lautan kebun kelapa sawit agak memalukan wajah Indonesia sebagai tuan rumah Presidensi G20.
"@Kemendag tak becus urus minyak goreng? Mudah2an krisis minyak goreng tak akan terjadi di ibukota baru. Apa kata dunia?" tandasnya.
Dikatakan Fadli, sejumlah upaya memang telah dilakukan pemerintah. Mulai dari subsidi harga minyak goreng, hingga ke pembatasan keran ekspor melalui Domestic Market Obligation (DMO) dan penerapan Domestic Price Obligation (DPO).
Namun, ironisnya kebijakan ini justru kian membuat stok minyak goreng di pasaran semakin terbatas, bahkan langka. Kebijakan subsidi harga yang diterapkan pada kenyataannya gagal karena tak tepat sasaran.
“Konsumsi minyak goreng rumah tangga 61% nya adalah minyak curah, tapi kebijakan yang dilakukan justru subsidi pada minyak kemasan. Artinya kebijakan yg diambil tak nyambung,” sindirnya.
“Ini semua menandakan kebijakan hulu dan hilir yang diterapkan pemerintah tak efektif mengatasi problem kelangkaan minyak goreng,” demikian Fadli Zon.

