G20 Indonesia! Pemimpin Dunia Upayakan Skema Pembiayaan Berkelanjutan Untuk Hadapi Pandemi
SinPo.id - Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari 20 ekonomi teratas dunia (G20) tengah mencari skema pembiayaan internasional yang berkelanjutan untuk membangun ketahanan global dalam menghadapi potensi pandemi di masa depan serta mengurangi kesenjangan dalam sistem kesehatan antar negara.
Para pemimpin keuangan tersebut membahas isu-isu itu pada Kamis (17/2) kemarin, baik secara langsung atau secara virtual, dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) yang berlangsung selama dua hari di Jakarta, dengan Indonesia sebagai negara tuan rumah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kepada para partisipan G20 dalam diskusi panel bahwa pandemi COVID-19 telah mengungkapkan bahwa sistem kesehatan global belum cukup siap menghadapi pandemi dan sistem pembiayaan global juga masih belum memadai.
"Oleh karena itu, negara-negara anggota G20 harus berkolaborasi guna membangun sebuah sistem kesehatan global yang lebih tangguh dan tentunya membutuhkan investasi serta mobilisasi sumber daya keuangan lebih besar," sebutnya.
Presiden Grup Bank Dunia David Malpass menyarankan agar negara-negara G20 membangun sejumlah platform multilateral yang dapat membantu negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah keluar dari krisis tersebut.
Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman menunjukkan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menghadapi pandemi dan membutuhkan dukungan global.
Karena itu, dia mendorong negara-negara anggota G20 untuk memastikan "distribusi vaksin yang cepat dan merata" sebagai salah satu cara sederhana guna menjembatani kesenjangan dalam kesiapsiagaan pandemi global.
Menteri Pembangunan Internasional Norwegia Anne Beathe Tvinnereim mengatakan bahwa selain vaksin, negara-negara tersebut juga harus berkoordinasi dalam membangun infrastruktur kesehatan yang lebih kuat dengan meningkatkan investasi internasional dalam keamanan kesehatan.
"Kita harus menghindari fragmentasi dan mendorong inklusivitas. Kita juga membutuhkan suara dari negara-negara berpenghasilan rendah. Karena suara mereka juga harus dianggap sah," ujar Tvinnereim, melansir Xinhua News, Sabtu (19/2).
Sementara itu, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengusulkan sebuah dana kesehatan global baru yang terpisah, yang dikendalikan langsung oleh para donatur, sebagai investasi global untuk pencegahan dan kesiapsiagaan pandemi.
Berdasarkan usulannya, dana tersebut akan digunakan untuk pengiriman dana darurat, vaksin, dan kebutuhan medis lainnya.
Yellen mengatakan bahwa dana tersebut juga akan membantu negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah meningkatkan sistem pengawasan untuk mempersiapkan krisis di masa depan dan membantu memperkuat tenaga kerja kesehatan negara.
Menanggapi usulan tersebut, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menekankan bahwa "setiap upaya untuk meningkatkan tata kelola, sistem, dan pembiayaan keamanan kesehatan global hanya dapat berhasil jika mereka juga meningkatkan peran WHO."
Ia mengatakan bahwa WHO, dengan mandatnya yang unik, keahlian teknis dan legitimasi global, harus dibuat lebih kuat dan dibiayai secara berkelanjutan karena organisasi tersebut memainkan peran sentral dalam memperkuat arsitektur kesehatan global.
Sri Mulyani mengatakan bahwa membangun sebuah kepercayaan antar negara bukanlah proses yang mudah dan sederhana.
“Maka dari itu kami hadir di sini untuk memberikan wadah guna membangun kepercayaan bersama. Kita tidak bisa melakukannya sendiri-sendiri. Kita harus berpikiran terbuka dengan tantangan apa yang kita hadapi dan tanggung jawab apa yang bisa kita ambil,” ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga mencatat bahwa pertemuan G20 harus menjadi momentum bagi pihak-pihak terkait untuk mulai memobilisasi pembiayaan kesehatan bagi kepentingan barang publik.

