Bank Dunia: Negara Berkembang Hadapi Peningkatan Risiko Kerentanan Finansial
SinPo.id - Bank Dunia menyebut negara-negara berkembang menghadapi peningkatan risiko kerentanan finansial yang disebabkan oleh krisis COVID-19 dan utang yang tidak transparan.
Hal itu diungkapkan Bank Dunia dalam sebuah laporan pada Selasa (15/2), sembari mendesak para pembuat kebijakan untuk berfokus pada penciptaan sektor keuangan yang lebih sehat.
"Risiko mungkin tersembunyi" karena neraca rumah tangga, bisnis, bank, dan pemerintah saling berkaitan erat, menurut Laporan Pembangunan Dunia 2022: Keuangan untuk Pemulihan yang Merata.
Tingginya tingkat pinjaman bermasalah (non-performing loan) serta utang tersembunyi mengganggu akses ke kredit, dan "secara tidak proporsional" mengurangi akses keuangan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha kecil, papar laporan tersebut.
"Risikonya adalah inflasi krisis ekonomi dan suku bunga yang lebih tinggi akan menyebar akibat kerentanan finansial," kata Presiden Grup Bank Dunia David Malpass.
"Kondisi keuangan global yang lebih ketat dan pasar utang domestik yang dangkal di banyak negara berkembang menekan investasi swasta dan menghambat pemulihan."
Kepala Bank Dunia itu mengatakan sangat penting untuk mengupayakan akses secara luas terhadap kredit dan alokasi modal yang berorientasi pada pertumbuhan.
"Ini akan memungkinkan perusahaan yang lebih kecil dan lebih dinamis, serta sektor dengan potensi pertumbuhan yang lebih tinggi, untuk berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja," ujarnya.
Survei bisnis di negara-negara berkembang selama pandemi menemukan bahwa 46 persen diperkirakan akan menunggak, papar laporan itu, sembari memperingatkan bahwa ancaman gagal bayar utang (default) saat ini dapat "meningkat tajam," dan utang swasta dapat dengan cepat menjadi utang publik, saat pemerintah memberikan dukungan.
Menyerukan manajemen proaktif untuk pinjaman tertekan (distressed loan), laporan tersebut mengatakan bahwa meningkatkan mekanisme kebangkrutan, memfasilitasi percobaan di luar pengadilan, terutama untuk usaha kecil, serta mempromosikan pemutihan utang dapat membantu memungkinkan pengurangan utang swasta secara teratur.
Institusi pemberi pinjaman multilateral itu juga mengungkapkan bahwa di negara-negara berpenghasilan rendah, tingkat utang negara yang meningkat secara dramatis "perlu dikelola secara proaktif dengan tertib dan tepat waktu."

