Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai, Kejagung Periksa Dua Saksi Anggota Polri
SinPo.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan kepada dua orang saksi dari pihak Kepolisian terkait kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat dalam peristiwa di Paniai Provinsi Papua pada tahun 2014.
"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung telah melakukan pemeriksaan terhadap 2 (dua) orang saksi," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Simanjuntak dalam keterangan persnya, yang diterima di Jakarta, (11/2).
Leonard menjelaskan, pemeriksaan saksi dari pihak kepolisian dilakukan untuk menerangkan tentang proses kegiatan tim dan laporan hasil kegiatan tim terpadu investigasi.
Selain itu, pemeriksaan terhadap kepolisian juga untuk menjelaskan peristiwa terjadinya dugaan pelanggaran HAM Berat yang terjadi pada tanggal 7 dan 8 Desember 2014 di Paniai, Papua.
"Pemeriksaan dilakukan Hari Rabu - Kamis tanggal 09-10 Februari 2022," ungkapnya.
Diketahui, Kejaksaan Agung saat ini sedang melakukan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat Paniai yang terjadi di Papua 2014 lalu. Penyidikan itu dimulai sejak awal Desember tahun lalu dan dikerjakan oleh 22 jaksa senior.
Dalam catatan Akhir tahun 2021 Kejaksaan Agung, penuntasan HAM berat menjadi salah satu dari sembilan rencana program prioritas Kejaksaan di tahun 2022. Jaksa Agung RI ST Burhanuddin berjanji pada tahun 2022 ini akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
"Berkomitmen melakukan penuntasan perkara HAM yang berat berdasarkan peraturan perundang-undangan," kata Burhanuddin pada catatan akhir tahun 2021 yang disampaikan secara tertulis, Sabtu (1/1).
Kejagung menjelaskan, Korps Adhyaksa telah melakukan penyelidikan umum peristiwa pelanggaran HAM berat Paniai yang terjadi pada tahun 2014.
"Berdasarkan surat perintah Jaksa Agung Nomor print 79 tanggal 3 Desember 2021 tentang penyidikan dugaan pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai di Provinsi Papua tahun 2014," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR, Gedung Senayan, Senin (17/1).
Menurutnya, hal ini merupakan terobosan untuk mengatasi kebuntuan hukum dalam penanganan perkara Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia, khususnya yang terjadi di Paniai.

