Yasonna Laoly: Indonesia Komitmen Lindungi Pengungsi Internasional
SinPo.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengatakan Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk menyediakan pemukiman permanen bagi pencari suaka atau pengungsi internasional. Pasalnya, Indonesia bukan bagian dari pihak pada konvensi pengungsi 1951 dan Protokol 1967 tentang status pengungsi.
“Sebagai negara bukan non pihak, Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan pemukiman kepada para migran asing yang datang sebagai pengungsi,” kata Yasonna melalui keterangan persnya, pada Kamis (10/2).
Pernyataan tersebut disampaikan Yasonna saat menerima kunjungan kehormatan dari Chief of Mission IOM UN Migration, Mr. Louis Hoffmann dalam rangka membahas keberlanjutan kerja sama antara International Organization for Migration (IOM) dengan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta.
Kendati demikian, Yasonna mengungkapkan, Indonesia tetap akan berkomitmen memberikan pertimbangan khusus berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan aspirasi HAM global.
"Indonesia juga tetap akan memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi meskipun kedatangan mereka ke Indonesia hanya transit dan ilegal," ucapnya.
Yasonna menjelaskan, kerjasama dilakukan dengan cara meningkatkan pemahaman mengenai masalah-masalah pengungsi, membantu pemerintah dalam menjawab tantangan migrasi, mendorong pembangunan sosial dan ekonomi melintasi migrasi, dan menjunjung tinggi martabat dan kesejahteraan migran, termasuk keluarga dan komunitasnya.
Keberadaan pengungsi internasional ini menjadi isu sensitif dalam diskursus internasional. Ada banyak alasan mengapa orang keluar dari negara dan menungsi ke negara lain. Mayoritas karena konflik dan ancaman terhadap keselamatan hidup.
"Beberapa negara menolak kehadiran mereka karena dianggap memberikan gangguan stabilitas keamanan internal. Hal ini melahirkan banyak tragedi kemanusiaan," ungkap Yasonna.
Berdasarkan fundamen hukum internasional, para pencari perlindungan akan mendapat perlindungan hukum internasional segera setelah mereka melintasi perbatasan negara menuju negara tujuan. Setiap Negara,baik tujuan maupun transit dilarang menolak atau mengembalikan para pengungsi tersebut.
"Dalam Konvensi Internasional dikenal prinsip non-refoulement dimana negara dilarang menolak atau mengembalikan para pengungsi. Prinsip ini mengharuskan setiap negara untuk menerima, menyediakan tempat, melindungi serta melayani para pengungsi dan melarang untuk menolak kedatangan mereka kendati bukan sebagai pihak pada Konvensi Pengungsi 1967," tambahnya.
Untuk Indonesia, Yasonna menjelaskan bahwa penanganan pengungsi dan pencari suaka dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden No. 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri di bawah pengawasan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Kemudian, terkait pengungsi dan migran ini, Yasonna mengungkapkan, Indonesia telah berkoordinasi dengan IOM dan lembaga PBB UNHCR yang menangani persoalan pengungsi.
"Kami juga telah memfasilitasi banyak pengungsi dan pencari suaka yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia tanpa memandang status mereka,” paparnya.
Berdasarkan data yang ada, hingga saat ini terdapat 400 kelompok pengungsi internasional yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Semua pengungsi tersebut harus mematuhi peraturan keimigrasian yang berlaku di Indonesia.
"Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengungsi dan pencari suaka yang masuk ke Indonesia secara ilegal dikategorikan sebagai migran ilegal," pungkasnya.
"Yasona berharap kehadiran Hoffman bisa meningkatkan hubungan kerja sama antara Indonesia dan IOM dalam penanganan pengungsi di Indonesia," tutupnya.

