Bekas Koruptor yang Balik ke Parpol Cuma Bikin Dilema
SinPo.id - Pengamat komunikasi politik M. Jamiluddin Ritonga mengatakan kembalinya mantan napi koruptor ke politik dianggap sebuah hal yang dilematis bagi partai politik.
Jamiluddin menilai parpol yang menerima kembali mantan napi koruptor sebagai kader hanya akan dinilai mentolerir perilaku koruptif.
"Partai politik seperti ini seolah menentang amanah reformasi yang anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)," ujar Jamiluddin saat dihubungi SinPo.id, Sabtu (5/2).
Akademisi Universitas Esa Unggul itu juga mengatakan partai politik tersebut juga akan dinilai masih tergantung kepada kader mantan napi koruptor tersebut.
"Hal ini akan dipersepsi masyarakat sebagai kegagalan partai tersebut dalam menambah dan menciptakan kader baru yang potensial menjadi pemimpin," ungkapnya.
Namun, disisi lain, menurutnya partai politik juga harus menghormati hak politik kadernya. Meskipun, kadernya mantan napi koruptor, namun ia tetap memiliki hak untuk masuk partai politik.
"Karena itu, partai politik akan merasa bersalah bila menolak kadernya kembali ke kandangnya untuk berpolitik. Setidaknya partai politik tersebut akan merasa melanggar HAM kadernya untuk berpolitik," tegasnya.
Lebih lanjut, Dia menjelaskan dilema tersebut seyogyanya dipahami oleh mantan napi koruptor. Sehingga dapat menahan diri untuk tidak aktif di partainya agar masyarakat tidak memvonis partainya mentolerir perilaku koruptif.
"Kecenderungan itu tampaknya belum dimiliki para mantan napi koruptif. Mereka lebih mementingkan ambisi pribadi daripada dampak negatif ke partainya," tandasnya.
Diketahui, sejumlah mantan terpidana korupsi kembali ke politik nasional seusai menjalani masa pidana. Diantaranya, eks Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy, yang tampil lagi di acara PPP di Yogyakarta.
Lalu, elite Partai Demokrat Andi Mallarangeng kembali berpolitik di Partai Demokrat dan menduduki jabatan strategis. Sedangkan eks kader Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sempat terlibat KLB Partai Demokrat.

