KPK Dalami Uang Rp 1 Miliar Saat OTT Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang suap yang diterima oleh tersangka Buapti Penajam Paser Utara (PPU) nonaktif Abdul Gafur Mas'ud (AGM), termasuk uang Rp1 miliar yang dibawa tersangka ke Jakarta pada saat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"Di antaranya termasuk mendalami soal asal usul uang yang turut diamankan oleh Tim KPK saat dilakukan tangkap tangan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (1/2).
Ali menjelaskan pada Senin (31/1) tim penyidik melakukan pendalaman tersebut melalui pemeriksaan empat orang saksi. Adapun empat saksi yang diperiksa penyidik KPK ialah Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Atap (DPMPTSP) Fernando, Kabag Perekonomian Sekretariat Daerah Durajat.
Kemudian Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Ricci Firmansyah, dan yang terakhir Kepala Bidang Binamarga Dinas PUPR, Petriandy Ponganton Pasulu alias Riyan.
Diketahui, Abdul Ghafur Mas'ud menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan usaha di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan enam tersangka terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Penajam Paser Utara.
Enam orang tersebut antara lain pemberi sekaligus swasta Ahmad Zuhdi, dan penerima sekaligus Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur, Plt Sekda Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas PUTR Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afidah Balqis.
Zuhdi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu Abdul, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.