Fahri Hamzah: Sistem Pemilu Saat Ini Lebih Memperkuat Kekuatan Oligarki

Laporan: Samsudin
Kamis, 06 Januari 2022 | 16:58 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah/ist
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah/ist

SinPo.id - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, kualitas indeks demokrasi Indonesia dibawa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), diakui atau tidak, kualitasanya memang mengalami penurunan.

Menurut dia, untuk meningkatkan kualitas indeks demokrasi, diperlukan reformasi politik, karena jika berbicara dengan calon presiden yang ditawarkan partai politik yang berkuasa di parlemen sekarang, bukanlah sebagai ide untuk membangun bangsa.

"Berbicara tentang calon presiden, bukan ide lagi yang dijual dan ditawarkan. Tapi saya punya uang dan saya punya bohir, kira-kira begitu sekarang yang terjadi," kata Fahri Hamzah dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Sehingga menyadarkan semua komponen bangsa terhadap situasi politik sekarang menjadi sangat penting atau urgen. Sebab, kecewaan yang ada bisa menimbulkan akumulasi dan konflik terbuka di masyarakat.

"Matinya hampir 1.000 petugas pemilu pada Pemilu 2019 lalu, menimbulkan kekecewaan yang luar biasa. Kesalahan seperti ini, bisa menjadi konflik terbuka, karena konstitusi tidak mengenal Pemilu yang menyebabkan kematian," ujarnya.

Fahri berharap agar presidential threshold 20% perlu ditiadakan atau dihapuskan, yang menjadi salah satu indikator menurunnya kualitas indeks demorasi di Indonesia. Pasalnya, ketentutan tersebut hanya mempersempit peluang munculnya calon presiden yang lebih luas.

"Saya melihat sistem pemilu saat ini lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite, tetapi mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia di berbagai daerah," katanya.

Ia berpendapat, orang-orang yang akan maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden seharusnya memahami isu-isu yang ada di daerah, tak hanya fokus pada wilayah pusat negara.

"Orang Papua ingin berdebat dengan calon presiden, bagaimana nasib Papua ke depan. Begitu pun Aceh. Jangan capres muter-muter di Menteng terus menginginkan republik," tandasnya.

Ketentuan presidential threshold saat ini memicu efek yang lebih banyak terutama di Indonesia yang merupakan bangsa besar.

"Saya kira ini yang harus diakhiri dengan ketiadaan threshold yang seperti kemarin yaitu 20%, itu" pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI