Praktisi Hukum Sebut UU AS Soal Anti Kerja Paksa Muslim Uighur Tanpa Dasar Faktu

Laporan: Samsudin
Minggu, 02 Januari 2022 | 09:00 WIB
Ilustrasi. AS teken UU Anti Kerja Paksa Muslim Uighur/net
Ilustrasi. AS teken UU Anti Kerja Paksa Muslim Uighur/net

SinPo.id - Sejumlah praktisi hukum menyebut Undang-undang anti kerja paksa muslim Uighur (Uyghur Forced Labor Prevention Act)  di di Daerah Otonom Xinjiang yang sudah resmi disahkan Amerika Serikat belum lama ini, dinilai tidak berdasarkan kenyataan faktual yang terjadi di daerah tersebut.

Hal itu disampaikan para praktisi da ahli hukum dalam sebuah simposium yang diadakan, Tiongkok barat laut, Jumat (31/12) lalu. Hadir pada symposium itu delapan ahli hukum wilayah tersebut.

Para peserta simposium menuturkan bahwa UU Anti Kerja Paksa itu didasarkan pada disinformasi dan tujuan politik tertentu, dan hal tersebut merupakan fitnahan keji terhadap situasi hak asasi manusia di Xinjiang.

Selain itu, juga ada indikasi pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, dan bentuk campur tangan yang brutal terkait urusan dalam negeri Tiongkok.

Mengutip Xinhua News, Minggu (2/1), Xinjiang selalu menjunjung tinggi prinsip yang memungkinkan warganya menjalani kehidupan yang lebih baik, dan menghormati serta melindungi hak pekerja dan kepentingan warga dari semua kelompok etnis di wilayah itu dengan sungguh-sungguh.

Xinjiang juga telah memperkenalkan serangkaian kebijakan ketenagakerjaan, mendirikan sejumlah platform, dan menyediakan banyak peluang kerja, memungkinkan warga dari semua kelompok etnis mendapatkan penghidupan yang lebih baik lewat kerja keras mereka sendiri, papar Alimjan Amat, wakil presiden asosiasi pengacara di wilayah tersebut.

"Para pekerja dari semua kelompok etnis yang tinggal di Xinjiang dapat bekerja, memilih pekerjaan, dan memulai bisnis atas kemauan mereka sendiri, dan mencari nafkah lewat upaya mereka sendiri. Mereka tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi juga pemilik dari hasil kerja keras mereka sendiri," ujar Arkin Samsaq, anggota associate professor di Fakultas Hukum Universitas Xinjiang.

"Apa yang disebut sebagai kerja paksa itu merupakan proposisi yang salah total," imbuh Arkin Samsaq.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI