Omset Pabrik Sampo Palsu Di Tangerang?Rp 4,7 Miliar, Gaji Karyawan Bikin Wow!
SinPo.id - Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten menggerebek sebuah industri rumahan di wilayah Kabupaten Tangerang yang memproduksi berbagai merek sampo palsu yang diedarkan di wilayah Banten, Lampung, Palembang dan Kalimantan.
Selain menyita berbagai merek sampo kemasan plastik senilai Rp 4,7 miliar, Polisi juga berhasil menangkap 7 tersangka. Sementara pemilik pabrik berhasil melarikan diri. Dalam sebulan, keuntungan dari tersangka mencapai Rp 200 juta.
Kasubdit I Perindustrian Perdagangan dan Investasi (Indagsi) Ditreskrimsus Polda Banten AKBP Condro Sasongko mengatakan, adanya perdagangan sampo dan minyak rambut palsu berawal ditemukannya ratusan saset sampo di salah satu warung di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.
"Kemudian penyidik melakukan pengembangan dan menemukan tempat produksi beragam sampo dan minyak rambut palsu di dalam gudang yang terletak Pakuhaji, Tangerang.
“Pabrik ini sudah menjadi target operasi kita selama 3 tahun. Ternyata tempatnya berpindah-pindah,” ungkap Condro Sasongko saat rilis perkara di Mapolda Banten, Jumat (31/12).
Saat dilakukan penggerebekan, kata Condro, petugas menemukan beberapa alat produksi seperti mixer, alat press, timbangan, pompa engkol, dan bahan baku pembuatan sampo serta minyak rambut.
Condro menjelaskan, bahan baku yang ditemukan berupa soda api, alkohol 96 persen, lem, bahan pengawet dan pewarna makanan. Kemudian kemasan sampo, ratusan renteng sampo dan minyak rambut palsu siap edar.
Dari lokasi, petugas mengamankan tujuh orang pegawai dan aktor intelektual dari pemalsuan produk kosmetik tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik menetapkan HL (28) warga Medan, Sumatera Utara sebagai tersangka.
“Dalam penggerebekan ini, kita amankan tujuh orang tersangka. Para pegawainya digaji Rp 15 juta per bulan,” tegasnya.
“Untuk taksiran omsetnya, kurang lebih Rp 4,7 miliar,” tambahnya.
Akibat perbuatannya, HL dijerat pasal 60 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 62 Jo Pasal 8 atau Pasal 9 ayat (1) huruf d UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar," tutupnya.