Tangis Haru Rachmawati Soekarnoputri Saat Upacara Bendera di UBK

Oleh: Razak Akbar
Kamis, 17 Agustus 2017 | 18:01 WIB
Amien Rais (kiri), Prabowo Subianto (tengah), Rachmawati Soekarnoputri (kanan) - Foto: Istimewa
Amien Rais (kiri), Prabowo Subianto (tengah), Rachmawati Soekarnoputri (kanan) - Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Rachmawati Soekarnoputri saat bersanding dengan Prabowo Subianto dan Amien Rais. Ibarat upacara kemerdekaan di tempat lain, ketenangan sangat terasa dalam upacara di Universitas Bung Karno. Ketenangan itu kian terasa saat panitia upacara memutar rekaman suara Presiden pertama RI yakni Soekarno, ketika membacakan teks proklamasi kemerdekaan.

Rachmawati sempat berdiri sebelum suara ayahnya diputar. Putri ketiga Sukarno ini dibantu oleh ajudan yang ada di sebelahnya. Namun, ketika suara Soekarno menggema, Rachmawati kembali duduk. Dia tampak menangis sambil sesekali menyeka air matanya dengan selembar kain putih.

Tangisan Rachmawati baru berhenti tak lama setelah suara Soekarno selesai diputar. Setelah itu ia kembali berdiri saat bendara merah putih dibawa paskibraka ke tiang bendera untuk dikibarkan. Pertanyaan dan kritik dilontarkan Rachmawati saat berpidato, salah satunya mengenai kemakmuran dan keadilan yang belum dirasakan rakyat kebanyakan.

"Memasuki 72 tahun yang jadi pertanyaan kita, apa kita sudah merdeka? Apa selama ini sudah membangun masyarakat adil dan makmur di seberang jembatan (kemerdekaan) kita?,” lantangnya.

Rachmawati sendiri berbeda dengan putra dan putri Bung Karno yang lain, Rachmawati selama ini dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap pemerintahan Joko Widodo.

"Sebagai bangsa yang berdaulat kita harus lakukan otokritik terhadap apa yang kita lakukan. Kita sekarang mengalami disorientasi, kehilangan tujuan yang sejatinya. Kehilangan patriotisme, nasionalisme dan kita merasakan di segala sektor ketidakadilan," katanya.

Dalam upacara kemerdekaan hari ini, Rachmawati mendapat kesempatan berpidato.  Ia mengingatkan kemerdekaan sebagai sesuatu yang tidak diraih gratis, melainkan lewat perjuangan yang panjang dan keras. Oleh sebab itu kita harus bersatu padu untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa bangsa kita memiliki jiwa nasionalisme yang besar. Serta kita jangan mau dipecah-pecah atau dikelompokkan.

"Di politik, saya lihat ada politik pecah belah di bangsa sendiri. Kita seperti diporak-porandakan bahkan dikelompokkan. Dulu ada nama Orde Baru, Orde Lama, Reformasi, padahal kita satu negara. Ini tak boleh diteruskan," tutupnya.sinpo

Komentar: