Peneliti BRIN: Pemindahan IKN Harus Perhatikan Aspek Ekologis

Laporan: Ari Harahap
Sabtu, 18 Desember 2021 | 15:39 WIB
Peneliti Kluster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi/Repro
Peneliti Kluster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi/Repro

SinPo.id - Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dinilai perlu memperhatikan aspek ekologis di wilayah Kalimantan Timur, yang mana rencananya Provinsi tersebut akan menjadi lokasi ibu kota negara yang baru.

Hal tersebut dirasa penting, karena ada riset dari Fakultas Hukum Mulawarman yang menyebut di Kalimantan terjadi problem krisis ekologi.

Demikian disampaikan Peneliti Kluster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi dalam diskusi daring #IndonesiaLeadersTalk bertajuk "Kepindahan Ibukota vs Aspirasi Rakyat Via Pansus IKN" Jumat (17/12) malam.

“Saya melihat kekhawatiran kalangan akademisi di sana bahwa dalam merancang IKN di Kalimantan Timur itu ada problem krisis ekologi dan kritik regulasi,” ujar Syafuan.

Syafuan mengungkapkan, orientasi memindahkan ibu kota negara itu terlalu elitisme, lantaran pendekatan yang digunakan perspektif pusat melihat daerah.

Oleh karena itu, hal ini terlalu berat kecenderungannya kepada presiden dan menteri, sebab memang tidak ada survei pendapat nasional dan lokal mengenai pemindahan IKN.

Lebih lanjut, Syafuan mengambil istilah dari rekannya salah satu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman yang mengatakan UU IKN itu sebenarnya mengulang pola-pola kegagalan kebijakan di Orde Baru (Orba).

"Ada istilah dari teman Fakultas Hukum, UU IKN ini sebenarnya mengulang pola-pola kegagalan kebijakan di Orde Baru,” ungkapnya.

Padahal, menurutnya, saat ini Indonesia masuk ke Orde Reformasi, yang seharusnya dapat belajar dari gagalnya kebijakan di masa Orba.

“Padahal kita masuk Orde Reformasi. Kita harus belajar dari kegagalan kebijakan di masa Orde Baru,” tandasnya.

Ia melihat, kecenderungan di Indonesia dalam membuat kebijakan selalu nampak sepihak, mendadak, selalu terburu-buru. Tidak memperhatikan kesiapan di tingkat lokal, pun dengan infrakstruktur. Memindahkan orang tidak sama dengan memindahkan barang. Indonesia, kata dia, harusnya bisa belajar dari kegagalan pemindahan ibukota Provinsi Ternate ke Sofifi.

“Sofifi tetap sepi dan orang lebih banyak berkegiatan di Ternate. Jangan-jangan pemindahan Ibu Kota ke Kaltim akan lebih banyak orang berkegiatan di Jakarta nantinya. Karena orang akan melihat, mana mungkin dalam waktu 3 tahun insfrastruktur bisa dibangun lengkap seperti yang sudah tersedia di Jakarta,” tegasnya.

“Memindahkan 2,5 juta orang ke Kaltim dalam waktu singkat tidak mungkin bisa dilakukan. Butuh waktu hingga 15 tahun baru bisa dilakukan,” tuturnya.

Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa RUU IKN tidak jelas pasal-pasalnya. RUU IKN tidak menjelaskan apakah ramah lingkungan, ramah difabel, ramah masyarakat lokal dan sebagainya. 

"Saya membaca draft RUU IKN yang dikeluarkan Bappenas terlalu umum. Pasal-pasalnya tidak jelas," kritiknya. 

Diskusi daring yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube PKS TV itu juga dihadiri beberapa narasumber yang lain, diantaranya adalah Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Chusnul Mariyah.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI