Pemindahan Ibukota Baru, Peneliti BRIN Sesalkan Tidak Ada Riset Nasional

Laporan: Farez
Sabtu, 18 Desember 2021 | 12:48 WIB
Peneliti Klaster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi/Repro
Peneliti Klaster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi/Repro

SinPo.id - Masih banyak catatan perancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. Ini terkait regresi demokrasi.

Paling mendasar adalah mengenai partisipasi masyarakat terkait dukungan terhadap urgensi pemindahan IKN dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, ditambah hingga kini belum ada riset nasional.

Begitu disampaikan Peneliti Klaster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi, saat menjadi narasumber dalam diskusi daring #IndonesiaLeadersTalk bertajuk "Kepindahan Ibukota vs Aspirasi Rakyat Via Pansus IKN" pada Jumat malam (18/12).

"Pertama, belum atau tidak ada survei nasional yang mendahului pemetaan dukungan publik terkait urgensi pemindahan IKN," kata Syafuan.

Sejak zaman Presiden pertama RI, Soekarno, telah dirancang cita-cita bagaimana membangun Indonesia dari Tengah, namun Syaufan memandang upaya itu harus berbasis riset dan ditinjau dari berbagai aspek.

"Kita punya lembaga riset nasional, kita punya banyak kampus. Ada baiknya kalau belum terlambat, kita membuat suatu survei nasional dan survei lokal untuk mengetahui pemetaan dukungan publik terkait urgensi pentingnya pemindahan IKN," tuturnya.

Apalagi menurut Syaufan, Indonesia hingga kini masih mengalami krisis akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada keuangan negara.

"Kita bertanya (ke publik), kapan mesti dilakukan tahun ini atau kita mengulur waktu, mencari waktu yang tepat? Lalu, bagaimana mencari apa yang diinginkan dan tidak diinginkan oleh publik? Termasuk (kepada) tuan rumah (warga) Kalimantan Timur," katanya.

Upaya survei tersebut, diterangkan Syaufan, lantaran ada asumsi publik yang menyatakan bahwa kebijakan yang baik mesti berbasis riset. Dia pun mengaku sepakat dengan hal tersebut, apalagi ketika reformasi birokrasi itu sudah terjadi dan Indonesia sudah berada dalam arah kemajuan.

"Dimana tidak lagi KKN, otoriter, tidak lagi sentralistik. Mestinya asumsi bahwa kebijakan yang baik adalah harus berbasis riset itu sudah harus ada sebelum RUU IKN itu disusun," demikian Syafuan.

Hadir sejumlah narasumber dalam diskusi daring yang disiarkan secara live di kanal YouTube PKS TV tersebut antara lain Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Chusnul Mariyah.

Video lengkap:

BERITALAINNYA
BERITATERKINI