Muhammad Ihsan: Ada Oknum yang Gunakan KPAI untuk Kepentingan Politik

Laporan:
Rabu, 16 Agustus 2017 | 18:38 WIB
Susanto selaku Ketua KPAI - Foto: Istimewa
Susanto selaku Ketua KPAI - Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Muhammad Ihsan selaku Ketua Satuan Tugas (satgas) Perlindungan Anak, menuding bahwa ada oknum yang menggunakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk kepentingan politik dalam menyikapi kebijakan Permendikbud nomor 23 tahun 2017.

Menurutnya, perdebatan Kebijakan 5 Hari yang awalnya dari PBNU dituding dapat mematikan Madrasah Diniyah, disambut juga oleh KPAI dengan tudingan bahwa kebijakan tersebut melanggar UU Perlindungan Anak dalam konferensi pers KPAI pada hari selasa, (15/8/2017) di Gedung KPAI.

Konpers ini dipimpin langsung oleh Susanto selaku Ketua KPAI. Ada pernyataan yang sangat menggelitik, bahwa Kebijakan ini melanggar hak anak dan mengurangi hak anak untuk lebih lama dengan orang tuanya. 

"Pernyataan mendasar yang harus dijelaskan oleh KPAI, jika anak yang sebelumnya sekolah 6 hari menjadi 5 hari akan punya waktu dua hari penuh dengan orang tuanya yang pada waktu bersamaan juga tidak masuk kerja. Logika yang digunakan oleh KPAI jungkir balik, sehingga wajar jika kami curiga bahwa KPAI tidak punya data yang kuat dan kajian yang mendalam dalam membuat keputusan untuk menetapkan bahwa kebijakan 5 hari sekolah bertentangan dengan UU Perlindungan Anak," ujar Ihsan kepada media.

KPAI sendiri adalah lembaga negara resmi yang dibiaya oleh negara dengan uang rakyat, dipilih oleh DPR dan diangkat oleh Presiden, bukan LSM yang bisa berbuat sesuai kepentingan pengurusnya tanpa mempertimbangkan aspek ilmiah dan akuntabilitas dalam melakukan fungsi-fungsi konstitusionalnya yang diatur oleh UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Ihsan juga beranggapan, yang perlu dibaca secara cermat oleh KPAI bahwa kebijakan 5 hari sekolah tidak berarti anak sepanjang hari disekolah. Karena, hanya bergeser 1 jam dari sebelumnya mereka pulang jam 14.00 menjadi jam 15.00

"Kekeliruan dalam berfikir yang luar biasa ketika kebijakan 5 hari sekolah dianggap sebagai program anak belajar dalam kelas sepanjang hari. Ini jelas-jelas menunjukan bahwa KPAI tidak pernah melakukan klarifikasi pada Mendikbud terkait program pendidikan karakter yang sudah dipublikasikan secara luas. 5 hari sekolah itu terdiri dari intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kokurikuler, artinya pengembangan pengetahuan, bakat, minat, agama masuk di dalamnya," cetusnya.

Lantas yang dipertanyakan ihsan adalah faktor apa yang mendorong KPAI menggebu-gebu menyampaikan pernyataan ke publik bahwa kebijakan 5 hari sekolah melanggar Hak Anak?

Ihsan menegaskan, jika KPAI bicara dalam konteks hak anak, maka seharusnya KPAI mengacu pada hak universal anak yang diatur dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang mengatakan bahwa setiap negara anggota wajib menjamin dan melindungi anak untuk mendapat pengasuhan orang tua kandungnya. UU Perlindungan Anak juga menjamin bahwa setiap anak berhak diasuh dan dibesarkan oleh orang tuanya sendiri. Artinya KPAI harus melakukan monitoring dan pengawasan apakah kebijakan 5 hari sekolah yang membuat waktu anak bersama orang tua berkurang atau pendidikan pesantren yang membuat anak jarang bertemu orang tua. Dari fakta ini menunjukan bahwa KPAI tidak menggunakan konsep hak anak secara komprehensif tetapi hanya untuk menjustifikasi pendapat KPAI untuk mengatakan kebijakan 5 hari sekolah melanggar hak anak.

"Kajian dan data apa yang dimiliki oleh KPAI untuk mendukung pernyataan resminya tersebut," paparnya.

Terkait dengan sikap dan tindakan oknum KPAI yang diduga telah menyalahgunakan lembaga negara untuk kepentingan politik sesaat, maka ihsan mendesak KPAI untuk mempertanggung jawabkan pernyataannya secara ilmiah serta data yang bisa dipertanggung jawabkan dan mendesak DPR RI, khusunya Komisi VIII untuk memanggil KPAI terkait pertanggung jawaban mengenai pernyataan resminya mengenai kebijakan Permendikbud. 

Ihsan menambahkan, bahwa hal ini akan dibicarakan kepada Presiden untuk melakukan teguran kepada oknum KPAI yang telah melakukan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan politik sesaat.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI