Sayangkan Polisi Omeli Korban Pencurian, Arsul Sani: Propam Harus Bertindak
SinPo.id - Anggota DPR Arsul Sani mengaku sangat menyayangkan aksi oknum polisi yang menolak laporan warga masyarakat korban pencurian, yang akhirnya viral di media sosial.
Imbas dari kejadian itu, kata politisi PPP, bisa berdampak negatif pada citra kepolisian. Apalagi di era digital seperti sekarang ini, seseorang bisa mengekspresikan ketidakpuasan pada media sosial dan menyebar dengan cepat.
“Kita menyayangkan ya. Kalaupun benar ada “penolakan”, mestinya karena tagline polisi itu adalah melindungi dan mengayomi, maka bukan ditolak tetapi diberi petunjuk dulu. Misalnya, sebelum laporan Anda ini saya proses, Anda harus penuhi ini, ini, ini dulu,” ungkap Arsul saat dimintai tanggapinya, Senin (13/12).
“Nah kalau kemudian ditolak secara "semena-mena" tanpa alasan yang jelas, saya kira propam perlu memeriksa anggota polri yang bertugas pada saat itu,” sambungnya.
Dengan Propam turun tangan, kejadian seperti ini bisa dicegah dan menimalisir berkembangnya persepsi-persepsi negatif yang bisa saja tidak proporsional di masyarakat.
“Jadi saya kira dalam kasus yang di Jakarta Timur itu ya, barangkali kapolresta Jaktim yang harus menyelidiki dan merespon itu atau propam Polda Metro Jaya,” tegasnya.
Terkait kasus ini sendiri, Kapolres Jakarta Timur, Komisaris Besar Erwin Kurniawan mengatakan, petugas kepolisian yang menolak laporan dan memarahi korban saat melapor saat ini sedang diperiksa oleh Propam.
"Oknum anggota sudah ditarik ke Polres untuk dilakukan pemeriksaan oleh Propam dan pembinaan," kata Kombes Erwin Kurniawan, Minggu (12/12).
Cerita Korban pencurian
Sebelumnya, seorang wanita bernama Meta Kumala (32) menjadi korban pencurian di Jalan Sunan Sedayu, Rawamangun, Selasa (7/12) malam lalu. Meta kehilangan tas yang berisi kartu ATM, KTP, kartu kredit, hingga kunci mobil. Selain itu, uangnya senilai Rp 7 juta ikut raib.
Pada malam itu juga, Meta langsung melaporkan pencurian tersebut ke Polsek Pulogadung. Meta menyebutkan bahwa ia kehilangan uang senilai Rp 7 juta dan beberapa kartu yang ditaruh di dalam tasnya.
"Saya nyebut lah ada lima ATM (yang hilang). Terus salah satu polisi itu berucap, enggak enak nadanya," ujar Meta.
"Dia bilang, 'Ngapain sih ibu punya ATM banyak-banyak? Kalau gini kan jadi repot. Percuma kalau dicari juga pelakunya. Memang ibu enggak tahu adminnya itu mahal?'," ucap Meta menirukan omongan polisi tersebut.
Meta pun kecewa karena ia dimarahi saat sedang kesusahan.
"Bukan sesuatu yang penting dan enggak banget disampaikan oleh polisi, dan saya langsung sudah il-feel (hilang feeling) lah istilahnya. Ini polisi gimana sih enggak ada iba, enggak ada simpati," kata Meta.
"Caranya menyampaikan enggak pas ya, karena saya sedang kesusahan. Terus kenapa bahas ATM banyak? Adminnya mahal?" tutur Meta.
Di Polsek Pulogadung, Meta ditanya nama lengkap, tanggal lahir, dan barang-barang yang hilang. Namun, setelah itu, Rudi tidak memberitahu kepada Mita ihwal prosedur selanjutnya.
"Saya cuma nulis nama, tanggal lahir, apa aja yang hilang. Udah, selesai. Setelah itu udah, jadi tidak ada tindak lanjut prosedurnya apa setelah saya dirampok gitu," ujar Meta.
Meta kemudian disuruh pulang untuk menenangkan diri.
“Dia bilang, 'Sudah, ibu mendingan pulang saja dan tenangin diri'," kata Meta menirukan omongan Rudi.
"Dalam hati saya, Pak, kalau gampang mah anak SD saya minta tolong bantu nyari. Saya enggak habis pikir, makanya saya kecewa banget. Kasus saya enggak ditangani, malah saya diomelin," ujar Meta.